Sudah Gak Ada yang Bego Kayak Dulu

Avatar of Gerard Bibang
bego
FOTO: (kompasiana.com)

Mas Probo, aku tuh udah gak tenang jiwa raga; terutama jiwa, rasanya seperti dikejar-kejar sebuah bayangan gelap

Yang bener aja kamu Joko, jangan-jangan kamu halu; malu ah, tua bangka begini koq masih halu

Jujur, ini baru aku mau bilang; selama ini aku senyam senyum di depan kamera, omong indah-indah, eh, ternyata semua sudah kebaca; masyarakat kita ternyata gak bisa dibego-bego-in kayak dulu

Aku sih udah tahu lama strategimu; maka-nya aku bawain semuanya dengan lucu-luu dan gemoy aja; artinya gak usah peduli lah sama mereka yang sok tahu; yang penting menang pilpres, titik, apa dan bagaimana pun caranya

Aku gak bisa kayak kamu, mas Probo, gak bisa, gak bisa; kamu kan tahu aku orang Jawa, roso-ku sangat sensitif; lama-lama gak kuat aku, merasa terkejar dan dicibir di mana-mana

Yah, sekarang ini zamannya udh beda, ini zaman peradaban akselerasi informasi, semua orang, dari kota sampai kampung-kampung sudah melek informasi dan lebih banyak tahu malahan; maka-nya jangan pernah ada niatan sedikit pun untuk bodoh-bodohin mereka, apalagi untuk berbohong menyebarkan kepalsuan agar diterima sebagai kebenaran; itu hoaks dalam pengertian yang sebenar-benarnya; rakyat gak akan kemakan dengan kepalsuan itu semua krn menit berikutnya mereka langsung ngecek sendiri dan akan tahu mana yang benar; malu gak lo, malu-lah

Persis, persis itulah perasaanku kini; lebih tepat, begitulah suasana jiwaku sekarang ini, campur aduk, ada rasa malu, kecolongan, rendah diri, di luar prasangka; tadinya aku pikir dengan kekuasaan yang aku punya, aku bisa buat apa aja dengan mulus, eh, ternyata sebaliknya; semuanya terjadi di luar bayanganku sebelumnya

Masalahnya apa sih, tell me please!

Ah kayak kamu gak tahu aja; plan A dan plan B ku, semuanya udah ketahuan; plan A ku, kamu tahu, ialah perpanjang masa jabatan dari sepuluh tahun menjadi lebih, ya, ide tiga periode itu lho; aku udh sewa buzzer ahli survey Kudari dan beberapa elit intelektual, petinggi partai dan beberapa menteri kabinet agar mereka sebarkan ide itu; eh, gagal, banyak perlawanan, termasuk dari partaiku sendiri, ditentang habis; banyak pengamat dan ahli menolak bahkan masyarakat luas; aduh, bahasa mereka bikin nyesek dada; sakitnya tu di sini, mas (sambil nunjuk ke dada); kasihan juga lihat buzzer bayaran Kudari, beberapa menteri dan elit partai, mulut mereka berbusa-busa di layar kaca, eh, malah dicap paling bego, dengan istilah memalukan, seperti survey bayaran lah, ilmuwan tengik lah, menteri bego-lah, ketum koruptor-lah, ya, macam-macam; aku tahu banyak juga doktor-doktor dan sarjana sejalur dengan Kudari, mereka-mereka pada bego semua, hahahahaaha; aku juga sering dibilang bego lho, istri dan dua anakku dicap bego, slengekan dan gemoy-gemoyan; tadinya aku pikir, mumpung sedang pegang kekuasaan, ya, bisa buat apa saja dan orang pasti nurut karena aku pemimpin tertinggi

Ya, memang gak bisa-lah, itu kan sudah ada di konstitusi, masa jabatan 10 tahun; lo bego emang, konstitusi koq dilawan hahahahaha; lalu ini yang serius: dengan berbuat begini, kamu tu akhirnya ketahuan keenakan berkuasa, maka kerakusan seperti itu pasti dilawan banyak orang; terus, plan B, bagaimana

Nah, plan B ku ialah anakku harus jadi wapresmu; kebetulan di Emka ada paman, ya, diaturlah bagaimana bahasa hukumnya; eh, protes besar dari mana-mana, paman dinyatakan langgar etika berat; kebaca juga maksudku bahwa aku ingin terus berkuasa melalui anakku; padahal ke mana-mana aku bilang, ya terserah Emka, aku gak ikut campur, terserah rakyatlah yang milih, semua omongan itu gak dipercaya sama sekali; malah aku yang dicap planga plongo; kalau kamu di posisiku, malu berat mas, tapi yah, sudahlah, olon kaut ga, muss man weiter leben

Apa kamu bilang? olon kaut ga? itu bahasa spanyol kah? kalau bahasa Jerman terakhir itu, aku ngerti: muss man weiter leben, orang harus terus hidup

Gak, gak, itu bahasa dari leluhur orang Manggarai di Flores Barat, olon kaut ga, bunyinya memang Spanish, tapi artinya: lanjutkan saja sudah!

Ohhhhh, wait, wait, tentang Plan B, sekarang baru aku tahu, memang kamu gak sungguhan mau dukung aku, anakmu kan wakilku; benar-benar aku gak dianggap ya, caprèsnya aku lho, ntar kalau terpilih, anakmu itu aku gak kan pake, slengekan gitu

Bukan gitu juga mas Probo, maksudku, kekuasaanku berlanjut melalui anakku; sehingga walaupun ide tiga periode gagal, nah ini penggantinya, anakku jadi wapresmu, yah akulah bekingan-nya

Ntar kutampar juga lho, mas, berarti memang kamu ndompleng aja pada partai dan koalisiku; gak bener dan ikhlas kamu

Ya sudahlah, dalam politik itu, apa sih yang ikhlas? gak ada, yang ada hanya hitung-hitungan untung; memang kamu kira semua partai politik yang di koalisimu benar-benar ikhlas mendukungmu jadi presiden

Ya I think so

Salah, salah, ini aku bilang sekarang; ada dua partai pendukungmu, gak maulah aku sebut, mereka itu mendukung karena ketua umumnya sudah aku ancam kasus korupsi mereka akan aku bongkar tuntas; ya akhirnya mereka dukung kamu dan anakku; dahsyat gak kerjaku, hahahaha

Sialan, gak kebaca aku

Maka-nya lihat kiri kanan-lah dikit; ini lagi satu yang udah kebaca oleh mereka, yaitu aku kumpulkan kepala daerah dan lurah-lurah se-indonesia; aku sih atas nama pekerjaan panggil mereka, diam-diam aku tak langsung minta dukungan untuk kamu, eh, malah diteriakin di mana-mana, aku gak netral; apa pun pidato dan senyumanku sekarang dijijikin, aku tahu tu, sedi banget, mas

You should know, mate, ketika kamu sudah gak netral, nobody will trust you again; dari segi etika, ketika hilang kepercayaan, itulah pemakzulan sebenarnya; apa pun yang kamu pidatokan dan lakukan akan dinyinyir; wait, wait, kamu nangis?

Anu mas, sedih aku, kerjaku selama sembilan tahun dihapus habis karena kasus ini; sedih, aku akan dikenang sebagai presiden dengan praktek demokrasi terburuk sepanjang sejarah berdirinya negeri ini, orang jadi lupa apa yang aku kerjakan

Itu konsekwensi logis, friend; tentu ada raison d’etre (=alasan terjadinya) nyinyir-nyinyir itu, gak boleh dinafikan; sudahlah, air matamu itu gak ada gunanya, gak bisa membalikkan fakta; kamu itu persis kebalikan pepatah Jerman ini, Ende Gut Alles Gut, akhir baik segalanya baik; kamu, sebaliknya, akhir buruk maka sembilan tahun kerjamu burukkkkkkk semuanya

Maka-nya kamu harus menang, apa pun caranya, bilang Kudari dan EL-ES-I, naikkan lagi angka surveynya

Yaaaa, Kudari lagi, ngapain kamu percaya ilmuwan suvery bayaran itu, dia hanya ikut mau-nya kita koq, gak ada otaknya itu ilmuwan, dasar bego, hanya nyenangin kita yang bayar aja

Why? kamu di angka surveynya Kudari dapat angka 40 persen lho

Eh jangan salah, angka itu milik aku sendiri dari dua kali Pilpres, mana kontribusi angka anakmu dan kamu sendiri? ke mana mereka yang suka dengan kinerjamu yang 85 persen itu? ke mana mereka? koq gak nambah-nambah pada jumlah 40 persenku? ayo-ayo waeeee, ini artinya yang 85 persen penyukamu itu udah gak bego, mereka pada cerdas dan gak suka dengan strategimu

Cukup, cukup, mas, ntar ember ini gak cukup menampung air mataku; kenapa ya sejarah pemimpin negeri kita selalu berakhir gak elok?

Gini ya mas Joko, di kita itu, kepala pemerintahan adalah kepala negara; jadi, struktur berpikirnya sudah rancu; siapa pun presidennya, diganti atau tidak, sistem kesadarannya sudah disorganized; susunan saraf di kepalanya semrawut dan kacau; hatinya kumuh; kiblat programnya tidak punya akurasi kerakyatan; jelaslah, memerintah dan menegara ada di satu tangan, tentu kacau; pilihan terakhir biasanya, jadi pemerintah saja karena itu seorang presiden sibuk untuk hajatan lima tahunan aja; pastilah dia balik berfokus ke dirinya sendiri; program utamanya adalah pencitraan, penipuan dan kriminalitas atas fakta; profesinya pembenaran diri, bukan kebenaran faktual untuk rakyat

Waduh, sadis ya

Oh iyah; ingat, jangkauan waktu negara Indonesia adalah kekal; urusannya generasi ke generasi; sedangkan masa kerja pemerintahnya adalah sejenak; karena dua hal itu ada di satu tangan dan presiden memilih jadi pemerintah maka yang sejenak itulah yang mengaburkan tujuan mulai dari yang kekal; bahkan yang kekal diperbudak oleh yang lima tahunan; jadinya pilpres lima tahunan seolah-olah untuk yang kekal itu, padahal tidak; ingat ya, negara Indonesia tak punya rencana untuk bubar, pada tahun atau abad berapapun; maka seharusnya, apa yang dihayati dan dikerjakan oleh kepala negara Indonesia adalah bagaimana membangun kegembiraan dan kebahagiaan rakyat sampai anak cucu selama keabadian; dengan kata lain, harus mengurus generasi ke generasi; karena itulah, presiden demikian disebut negarawan; itulah yang membedakannya dengan politisi yang hanya mengurus pesta lima tahunan dan mengurus kekuasaan untuk lima tahun itu, untuk dirinya dan keluarganya

Berarti aku politisi dong, bukan negarawan, bukan kepala negara

Syukurlah kamu tahu sendiri, selama 10 tahun ini, kamu hanya sebagai kepala pemerintahan bukan sebagai kepala negara, kecuali programmu Indonesia emas 2045; itu ide brilian, I have to say; hanya plan A dan B mu itu, jelas membuktikan kamu memang sebagai kepala pemerintahan; dan ketimpangan itu akan membawa bencana

Hah, bencana?

Lho masa’ kamu gak tahu; di luar sana banyak orang gak setuju dengan kamu, hanya mereka diam; mereka takut kalau bersuara langsung dibekuk sama polisi dan tentara; awas lho, akar rumput di bawah ini sudah gersang; mereka akan nyinyir dan balas dendam di kotak suara, ssssst, bisa-bisa kita kalah lho ntar, jangan besar kepala dulu

Koq bisa ya akar rumput marah

Sekali lagi, ini pahit tapi you harus tahu; rakyat membayar pajak dan membiayai kamu sebagai kepala negara dan kepala pemerintah; tapi nyatanya, yang dibayar oleh rakyat untuk mengurusi negara adalah pemerintah per lima tahun itu; dan yang dilakukan oleh kepala pemerintahan selama lima tahun terutama adalah bagaimana bekerja supaya memerintah lagi lima tahun berikutnya; jadinya ya, gak sempat mikir negara yang keperluannya “abadi” itu

Mas Probo, kenapa gak bilang ini dari dulu

Hahahahahaha, aku tahu tapi pura-pura gak tahu

Okey lah, nasi sudah jadi bubur; hanya aku penasaran, pemimpin sejati itu kayak apa kalau begitu

Aku jawab teoretis saja ya biar lebih mudah; menurutku, pemimpin yang sejati-sejatinya pemimpin, tidak harus menjadi pejabat, tidak tergantung atau harus duduk di kursi jabatan; tetapi pejabat haruslah pemimpin; kalau pejabatnya tak berkualitas pemimpin, itulah yang menjadi ancaman besar bagi rakyat dan bahaya bagi negara; lalu mesin perusak negara itu siapa? ialah lembaga-lembaga atau partai politik atau penguasa atau pejabat publik yang dipalsukan dan dipoles-poles sebagai pemimpin dan dijual kepada rakyat; dan siapakah mesin penghancur demokrasi? ialah pengeras suara, media, politisi, instrumen negara, ilmuwan survey atau analis yang dibayar untuk menyebarkan kepalsuan itu memasuki telinga dan mata rakyat, merasuki hati dan pikiran mereka agar mereka menerima kepalsuan itu sebagai kebenaran

Ah, gak peduli, yang penting rakyat yang milih, biarlah mereka yang menentukan

Lha, anggapan beginilah yang membuat rakyat benci sama kamu; jangan anggap rakyat kita bego; mereka sekarang sudah gak bodoh kayak dulu; ingat itu; memang aku tidak mengelak ada juga rakyat yang hebat intelektual tapi dungu rohani; artinya gelarnya doang yang tinggi tapi gak mampu melihat mana yang benar dan mana yang hanya gara-gara dan gemoy, lantas milih gemoy dan gara-gara itu karena like and dislike, uang dan emosi; jadi mereka itu termasuk jagoan dunia, tapi belum tentu jagoan di akhirat; ada juga rakyat yang rohaninya baik tetapi masa bodoh dengan urusan pilpres; ada juga orang yang pandai menjadi menjadi orang pinter tapi bodoh menjadi orang baik; ada yang lainnya unggul kreativitas tapi mubazir manfaat

Apa relevansinya dengan pilpres sekarang

Akibatnya tak langsung; coba bayangkan jika lebih banyak orang yang bodoh rohani dan mubazir manfaat yang milih dan beberapa lembaga perusak negara berkeliaran, apa gak takut kamu; itu semua, aku sebut saja, fakta kecacatan nasional dan universal; sehingga kalau mereka memproses calon pemimpin, sesungguhnya itu hanya “mainan kanak-kanak”, atau bermain judi dengan uang-uangan

Ah mumet aku, mas, cukup, cukup; omon-omon, terimakasih untuk pencerahannya

Aduh, bilang omon-omon lagi, ternyata kamu juga man of omon-omon, hahahahahaa

(gnb:tmn aries:jkt:januari ’24)

 

Baca juga artikel terkait NARASI PUITIK atau tulisan menarik Gerard Bibang lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com


gerard bibang, wajah, daun-daun kering, Tikungan Dungu nyawa kepadamu kepadaku

Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, dosen, dan penyair, mantan jurnalis-penyiar radio Deutsche Welle Jerman dan Radio Nederland Wereldomroep Belanda.