Terbanyak Kedua

Terbanyak kedua

Frasa “terbanyak kedua” pada judul ulasan FBI edisi ini dikutip dari  berita online “Luhut: Tidak Ada yang Boleh Menggoyang Partai Golkar”. Pada berita tersebut terbaca kalimat, “Dalam Pileg 2024, Golkar diprediksi akan menjadi partai dengan perolehan suara terbanyak kedua.” (Kompas TV)

Tulisan ini bukanlah analisis terkait politik, melainkan sebagai catatan terkait masalah berbahasa, terutama masalah penggunaan imbuhan awal (prefiks) ter-.  

Dalam kajian linguistik tentang pembentukan dan perubahan kata (morfologi) dikenal banyak prefiks, baik yang asli maupun prefiks serapan dari bahasa selain bahasa Indonesia. Prefiks bahasa Indonesia (asli) adalah me-, di-, ber-, ter-, pe-, se-, ke-. Semua prefiks ini dalam penggunaannya memiliki fungsi dan makna tersendiri.

Untuk kepentingan ulasan FBI edisi ini, kami hanya terfokus pada imbuhan prefiks ter-. 

Imbuhan “ter-” merupakan salah satu imbuhan dalam bahasa Indonesia yang digunakan untuk membentuk frasa yang menunjukkan tingkat atau derajat tertinggi dari suatu sifat atau keadaan. Imbuhan “ter-” ini sering digunakan untuk memberikan penekanan atau menunjukkan kualitas yang paling tinggi dari suatu hal. 

Deretan kata: baik, cantik, indah, banyak, tinggi, maju, sehat, sopan, cepat, pintar, besar, luas, dll. merupakan kata sifat yang berkaitan dengan kualitas suatu benda, barang, atau hal. Semua kata ini berpeluang untuk diimbuhi atau dilekati prefiks ter-. Proses morfologis afiksisasi seperti ini tidak bermasalah. Menjadi masalah justru ketika kata yang berimbuhan ter- ini diubah menjadi frasa kata bilangan tingkat seperti pada kutipan judul ulasan ini. Apa masalahnya?

Untuk menjawab pertanyaan seperti ini, kita tidak hanya merunut proses morfologisnya, tetapi juga maknanya (persoalan semantis). Secara morfologis imbuhan ter- dapat dilekatkan pada kata berkategori benda (nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektif). Sebagai contoh saja, kita bisa menemukan penggunaan  imbuhan ter- ini pada kata tertulang (nomina), terdengar (verba), terbaik (adjektif). 

Secara teoretis imbuhan ter- memang berfungsi membentuk kata kerja pasif seperti halnya kata berimbuhan di-, tetapi tidak semua kata berimbuhan ter- itu termasuk kata kerja pasif. Dalam hal fungsi membentuk kata kerja pasif, imbuhan ter- berbeda dengan imbuhan di-. 

Perbedaan tersebut dapat dijelaskan: (1) bentuk pasif berimbuhan ter- tidak mengutamakan pelaku tindakan karena itu sering tidak dihadirkan dalam kalimat, sedangkan bentuk pasif berimbuhan di- menuntut kehadiran pelaku tindakan; (2) bentuk pasif berimbuhan ter- mengutamakan hasil tindakan (aspek perfektif), sedangkan bentuk pasif berimbuhan di- lebih menekankan berlakunya tindakan; (3) bentuk pasif  berimbuan ter- menyatakan ketidaksengajaan, sedangkan bentuk pasif berimbuhan di- justru menyatakan hal yang disengajakan; (4) bentuk pasif berimbuhan ter- menyatakan kemungkinan, sedangkan bentuk pasif berimbuhan di- menyatakan kepastian.

Jika dipandang dari aspek makna (semantik), imbuhan ter- bermakna menyatakan (1) aspek perfektif (menyatakan sudah di-), (2) menyatakan ketidaksengajaan, (3) menyatakan ketiba-tibaan, (4) menyatakan kemungkinan dan biasanya diawali dengan kata tidak, (5) menyatakan makna paling.

Contoh penggunaan imbuhan ter- untuk menjelaskan kelima maknanya ini terlihat pada kalimat (1) s.d. (5) berikut. 

  1.  Persoalan yang pelik itu terjawab (dapat dijawab) melalui penelitian.
  2.  Padi juga tercabut (tidak sengaja) saat petani menyiangi sawahnya.
  3.  Semalam adik terbangun (tiba-tiba) karena lolongan anjing.
  4.  Misteri Tuhan tidak terselami (tidak mungkin) akal manusia.
  5.  Mahasiswa terbanyak (paling) perempuan di Unika St.Paulus ada di Prodi Keperawatan.

Makna imbuhan ter- yang menyatakan paling  pada kalimat (5) persis sama dengan kata terbanyak pada frasa yang dijadikan judul ulasan ini. 

Dalam bahasa dikenal empat tingkatan perbandingan: (1) sama, (2) lebih, (3) paling, (4) maha.  Untuk manusia dan makhluk ciptaan perbandingannya hanya sampai pada tingkat (superlatif) “paling” dan hanya satu dan satu-satunya. Bukan dua atau lebih.  Bentuk “maha” hanya untuk Tuhan. Jika rujukan imbuhan ter- itu hanya satu dan satu-satunya maka kata berimbuhan ter- yang diikuti kata bilangan seperti pada judul ulasan ini tentu tidak berterima.

Bentuk tercantik, terkaya, terbaik, terbesar pada kalimat (6) s.d. (9) berikut meyakinkan kita bahwa makna imbuhan ter- itu jelas dan pasti hanya  merujuk ke(pada) satu hal atau individu.

6. Gadis itu adalah yang tercantik di antara semua gadis di kelas.

7. Bos perusahaan itu adalah yang terkaya di kota itu.

8. Restoran ini memiliki masakan yang terbaik di kota.

9. Pohon itu adalah yang terbesar di hutan ini.

Pemakaian kata “tercantik” (6) menunjukkan bahwa gadis tersebut memiliki kualitas kecantikan yang paling tinggi dibandingkan dengan gadis-gadis lain di kelas. Imbuhan “ter-” di sini menekankan bahwa dia adalah yang paling cantik di antara mereka.

Dalam kalimat ini, “terkaya” (7)  menyiratkan bahwa bos perusahaan tersebut memiliki kekayaan yang paling tinggi di antara semua orang di kota tersebut. Imbuhan “ter-” di sini menunjukkan bahwa dia memiliki kekayaan yang sangat banyak.

Frasa “masakan yang terbaik” (8) menunjukkan bahwa masakan di restoran tersebut memiliki kualitas yang paling baik dibandingkan dengan masakan di restoran lain di kota. Imbuhan “ter-” di sini menekankan bahwa masakan mereka luar biasa.

Demikian pula kata “terbesar” (9) menunjukkan bahwa pohon tersebut memiliki ukuran yang paling besar di antara semua pohon di hutan tersebut. Imbuhan “ter-” menekankan bahwa pohon itu sangat besar dibandingkan dengan yang lainnya.

Merujuk pada kalimat, “Dalam Pileg 2024, Golkar diprediksi akan menjadi partai dengan perolehan suara ‘terbanyak kedua’ (Kompas TV)” dan coba membandingkannya dengan data persentase perolehan kursi di DPR RI versi quick count dari Charta Politika  yang dirilis 4 Maret 2024, kita dapati angka perolehan suara per parpol ini. PKB (10,47%), Gerindra (13,45%), PDIP (16,11%), Golkar (14,42%), Nasdem (9,37%), PKS (8,78%), Demokrat (7,62%).

Persentase terbesar atau terbanyak diraih PDIP dan terkecil atau tersedikit Demokrat. Data ini menunjukkan hanya ada satu partai yang raih suara terbanyak, bukannya dua partai. Juga, hanya ada satu partai terkecil dalam data ini yakni Demokrat. Lalu apa artinya “terbanyak kedua” itu? Ini salah satu bentuk kesalahan bahasa dan menyalahi logika makna imbuhan ter. Boleh jadi ada gejala baru dalam bahasa yang bisa saja diulas dalam topik yang lain.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com