Tidak Hanya, Namun Juga

Avatar of Ditulis oleh Bonefasius Rampung
IMG 20240301 WA0047

“Dalam menjalankan profesi dalam dunia kependidikan, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) mengeluarkan berbagai kebijakan yang tidak hanya mendukung sistem pembelajaran yang fleksibel dan mudah diakses namun juga melahirkan sebuah kebijakan untuk memberikan fasilitas pendidikan yang aman. Perguruan tinggi tidak hanya menjadi tempat meningkatkan kualitas SDM Indonesia, namun juga turut membentuk budaya, karakter atau budi pekerti baik, serta integritas yang mencerminkan kepribadian bangsa yang berlandaskan Pancasila.”

Kutipan di atas kami ambil dari bagian kata pengantar salah satu naskah akademik.

Jika kutipan ini dianggap sebagai satu paragaraf, maka paragraf ini terdiri atas dua kalimat yang tersusun dari 72 kata. Kalimat pertama memuat 43 kata dan kalimat kedua 29 kata. Ada banyak hal yang bisa kita ulas berdasarkan kutipan tersebut kalau dilihat dari berbagai hal terkaitan masalah bahasa.

Salah satu hal yang menarik untuk diulas dalam FBI edisi ini berkaitan dengan penggunaan dua frasa pada kutipan tersebut. Dua frase itu, “tidak hanya” dan “namun juga”. Kedua frasa ini ditemukan pada dua kalimat yang dikutip.

Penggunaan frasa “tidak hanya” yang diikuti frasa “namun juga” seperti ini sering kita jumpai dalam naskah, baik dalam naskah akademik maupun dalam tulisan pada sosial media. Apa dan bagiamana sebenaranya persolan bahasa yang ada pada kutipan di atas?

Sebelum menjawab persoalan ini, berikut kami kutip bagian yang memuat dua pasang frasa “tidak hanya” dan “namun juga”.

(1) Berbagai kebijakan tidak hanya mendukung sistem pembelajaran namun juga melahirkan kebijakan untuk memberikan fasilitas pendidikan yang aman.

(2) Perguruan tinggi tidak hanya menjadi tempat meningkatkan kualitas SDM Indonesia, namun juga turut membentuk budaya, karakter atau budi pekerti baik.

Kalimat (1) dan (2) sama-sama mencantumkan frasa “tidak hanya” yang diikuti frasa “namun juga”. Sepintas, penggunaan frasa berpasangan ini sepolah-olah tidak bermasalah karena secara semantik pembaca memahami makna yang dinyatakan melalui dua kalimat tersebut. Sampai pada tataran ini, dua kalimat di atas memenuhi kriteria komunikasi, karena orang bisa menangkap makna dua kalimat tersebut. Karena itulah, dua kalimat itu dikategorikan sebagai kalimat yang baik (bahasa yang baik).

Sebaiknya, jikalau dua kalimat itu dilihat, atau tepatnya, dicermati berdasarkan kaidah kebahasaan atau aspek gramatikal (kompetensi linguistik), maka keduanya tergolong belum merupakan kalimat yang benar (bahasa yang benar). Kompetensi komunikatif menggolongkan dua kalimat tersebut sebagai kalimat yang baik tetapi secara lingusitik (berdasarkan kaidah ketatabahasaan) belumlah menjadi kalimat yang banar.

Pasangan frasa yang dipakai pada kedua kalimat di atas bertalian pula dengan penggunaan bentuk negasi yakni kata “tidak”. Bentuk negasi “tidak” secara teoretis hanya berterima (kolokatif) dengan kata kerja, kata sifat (selain kata benda). Bentuk negasi dengan kata “tidak” bersinonim dengan bentuk negasi kata “bukan”. Bedanya, kata “bukan” kolokatif dengan kata benda (nomina). Persoalan kolokasi penggunaan bentuk negasi dengan kata “tidak” dan “bukan” ini penting karena berpengaruh pula pada penggunaannya pada tataran frasa seperti yang diuraikan melalui ulasan ini.

Frasa “tidak hanya” mengharuskan hadirnya kata kerja atau kata sifat, sedangkan frasa “bukan hanya” mengharuskan hadir kata benda. Pasangan untuk frasa ini juga harus paralel. Frasa “tidak hanya” … selalu harus berpasangan paralel dengan “tetapi juga”…. Bagian … harus diisi dengan kata kerja atau kata sifat. Frasa “bukan hanya” … selalu harus berpasangan dengan frasa “melainkan juga”…. Bagian … harus diisi kata benda. Contohnya terlihat pada kalimat (3) s.d. (5) berikut.

(3) Dokter itu tidak hanya “merawat”, tetapi juga “menghibur” pasien.

(4) Santi tidak hanya “cantik”, tetapi juga “rajin” membantu temannya.

(5) Bukan hanya “mobil”, melainkan juga “rumah” dijualnya menebus utang.

Pasangan kata “merawat-menghibur” dan “cantik-rajin” pada kalimat (3) dan (4) merupakan pasangan kata kerja dan kata sifat dan dipakai secara benar. Demikian pula, kalimat (5) pasangan kata “mobil-rumah” merupakan kata benda yang menurut kaidah hanya dinegasikan dengan kata “bukan”.

Sinonim untuk kata “hanya” adalah kata “saja”. Karena itu, frasa “tidak hanya” bermakna hampir sama dengan frasa “tidak saja”, dan frasa “bukan hanya” dapat diganti dengan frasa “bukan saja” dengan makna yang hampir sama sebagai sinonim. Dengan demikian kalimat (3) s.d. (5) dapat diubah dengan tetap mempertahankan keparalelan jenis katanya. Sehingga menjadi seperti kalimat (3a) s.d. (5a) berikut.

(3a) Dokter itu tidak saja “merawat” tetapi juga “menghibur” pasien.

(4a) Santi tidak saja “cantik”, tetapi juga “rajin” membantu temannya.

(5a) Bukan saja “mobil”, melainkan juga “rumah” dijualnya menebus utang.

Mengacu para uraian seperti ini, kita dapat memastikan bahwa penggunaan pasangan frasa “tidak hanya” … ”namun juga” pada kalimat (1) dan (2) bukanlah penggunaan yang sesuai dengan kaidah yang benar. Itulah sebabnya, kalimat (1) dan (2) hanya tergolong kalimat yang baik, bukan kalimat yang benar. Kalimat yang benar seperti pada kalimat (1a) dan (2a) berikut.

(1a) Berbagai kebijakan tidak hanya mendukung sistem pembelajaran, tetapi juga melahirkan kebijakan untuk memberikan fasilitas pendidikan yang aman.

(2a) Perguruan tinggi tidak hanya menjadi tempat meningkatkan kualitas SDM Indonesia, tetapi juga turut membentuk budaya, karakter atau budi pekerti baik.

Beberapa kata lain dengan penggunaannya berpasangan seperti yang diulas dalam topik ini antara lain: baik … maupun; demikian … sehingga; sedemikian rupa … sehingga; entah … etlntah; jangankan … pun; memang … tetapi; satu pihak … lain pihak; jika … maka.

EDITOR: Redaksi Krebadia.com