BERITA  

Forkoma PMKRI Merapat, DPRD Matim Menanggap, Petani Pisang Menuai Harap

Audiensi Forkoma PMKRI dengan Komisi B DPRD Matim membuahkan rekomendasi melegakan: perlunya peningkatan status wabah pisang menjadi bencana, yang mengharuskan tindakan jangka pendek-darurat pembagian beras, tindakan jangka menengah eradikasi dan rotasi tanamam, dan tindakan jangka panjang pengembangan varietas pisang yang cocok, yang penganggarannya diakomodasi dalam APBD Induk 2024

WhatsApp Image 2023 10 13 at 13.36.16
Forkoma PMKRI Matim bergambar bersama Komisi B DPRD dan Dinas Pertanian Matim. Tampak (kedelapan dari kiri) Ketua Komisi B Lucius Modo, dapiti (kiri) Kadis Pertanian Yohanes Sentis dan Ketua Forkoma Tino Rani. (Krebadia.com)

Krebadia.com — “Kami adalah kumpulan dari orang-orang yang memiliki rasa kepedulian terhadap masalah sosial yang ada. Tidak ada pesan sponsor politik tertentu. Gerakan ini adalah gerakan moral. Gerakan murni karena panggilan kemanusiaan.”

Suara Yustinus “Tino” Rani terdengar tegas.

Ujaran itu merupakan bagian dari pengantar sebelum Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Kabupaten Manggarai Timur alias Forkoma PMKRI Matim yang ia ketuai bercurah gagasan dan menyampaikan rekomendasi tentang wabah tanaman pisang kepada Komisi B DPRD Matim di Kantor DPRD Matim di Lehong, Rabu 12 Oktober 2023 siang.

Dilihat dari posisi duduk, audiensi ini semacam pertemuan tiga batu tungku. Ada Forkoma bersama mitra petani pisang dan media. Ada Komisi B DPRD. Ada Dinas Pertanian.

Audiensi dipimpin Ketua Komisi B DPRD Matim Lucius Modo (Demokrat). Hadir anggota Salesius Medi (PDI-P), Sifridus Asman (PAN), Jemain Ustman (PKS), Yosef Ode (Golkar) dan Jafar Petrus (Perindo), serta Ketua Komisi C Rikardus Runggat (Hanura).

Dari total 9 personel Komisi B yang tertera dalam daftar hadir yang dikeluarkan Sekretariat Dewan, terdata 3 yang tidak hadir. Bonavantura Jemarut, Bonefasius A. Jeramat, dan Baul Kamelus.

Dari Dinas Pertanian, hadir Kepala Dinas (Kadis) Yohanes Sentis. Dia didampingi dua kepala bidang (kabid), Benyamin Darsis dan Yohana Kellen.

Sedangkan dari Forkoma beserta mitra hadir sebelas orang. Tino Rani, Elvis Yunani Ontas, Yergo Gorman, Leopoldus G. Poseng, Thomas A. S., Kanis Lina Bana, Baltasar Anggal (ketua Serikat Petani Indonesia Kabupaten Matim), Aleksius Alang, Siprianus Jehabu, Stefanus Selasa, Tobias Lina, dan Frans Anggal (pemimpin redaksi Krebadia.com).

Komisi B DPRD Matim yang hadir (dari kiri): Yosef Ode, Jemain Ustman, Lucius Modo (ketua), Jafar Petrus, Sifridus Asman, dan Salesius Medi. (Krebadia.com)
Komisi B DPRD Matim yang hadir (dari kiri): Yosef Ode, Jemain Ustman, Lucius Modo (ketua), Jafar Petrus, Sifridus Asman, dan Salesius Medi. (Krebadia.com)

Kerugian Rp88 Miliar Lebih Setahun

Dalam pengantar, Tino Rani menyoroti betapa besar kerugian akibat wabah layu bakteri yang menyerang tanaman pisang dua tahun terakhir. Terutama yang diderita petani pisang dan pelaku usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) kripik dan pisang goreng.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Matim per Juli 2023, kata Tino, lahan pisang terkena layu bakteri mencapai 1.050 hektere, meliputi 4 kecamatan, 47 desa/kelurahan, 4.788 kepala keluarga, 22.447 jiwa. Angka ini akan terus bertambah!

Dengan penghitungan minimal, kalau dalam 1 hektare lahan tumbuh 100 rumpun pisang dengan produksi 2 tandan per rumpun per bulan, maka produksi 1 hektare per bulan adalah 200 tandan. Dikalikan dengan luas lahan 1.050 hektare maka total produksinya 210.000 tandan per bulan. Jika dikalikan dengan harga Rp35.000 per tandan, maka kerugian petani pisang Matim per bulan Rp7 miliar lebih. Setahun mencapai  Rp88 miliar lebih.

Itu baru kerugian dari petani pisang. Belum dari pelaku UMKM. Tidak sedikit dari mereka sudah gulung tikar.

Tino mengambil sampel seorang pengusaha kripik pisang di Borong yang adalah anggota Forkoma. Ia kehilangan pendapatan Rp2,5 juta per bulan.

“Pisang satu tandan yang dulunya bisa dibeli dengan Rp25.000-30.000 per tandan, sekarang Rp75.000. Itu pun pasokannya dari (Kabupaten) Ende dan Flores Timur,” kata Tino.

Kenyataan di depan mata dan “ancor” ini terkesan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah melalui kebijakan konkret.

Untuk itu, “ada beberapa poin rekomendasi, yang sebentar akan kami bacakan di bagian akhir diskusi ini,” kata Tino.

Yergo Gorman (kiri) membacakan rekomendasi Forkoma PMKRI Matim, disaksikan (kedua dari kiri) Aleksius Aleng, Bas Anggal, Tino Rani, dan Elvis Ontas. (Krebadia.com)
Yergo Gorman (kiri) membacakan rekomendasi Forkoma PMKRI Matim, disaksikan (kedua dari kiri) Aleksius Aleng, Bas Anggal, Tino Rani, dan Elvis Ontas. (Krebadia.com)

Poin-Poin Rekomendasi Forkoma

Rekomendasi Forkoma dibacakan Yergo Gorman pada bagian akhir audiensi, sebelum diserahkan Tino Rani kepada Ketua Komisi B DPRD Lucius Modo.

  1. Pemkab perlu segera mengimbau petani pisang melakukam eradikasi tanaman pisang.
  2. Pemkab perlu segera mendorong rotasi tanaman melalui pengembangan tanaman jagung.
  3. Bupati melalui kebijakan diskresi perlu menetapkan wabah pisang sebagai bencana.
  4. DPRD perlu mengalokasikan anggaran untuk kelompok petani pisang terdampak.
  5. Pemkab perlu menyalurkan bantuan beras cadangan untuk kelompok tani pisang terdampak.
  6. Kepala desa perlu memanfaatkan kebijakan anggatan 20℅ dana desa untuk ketahanan pangan, terutama bagi kelompok tani pisang terdampak.
Penyerahan rekomendasi oleh Ketua Forkoma PMKRI Matim Tino Rani (kanan) kepada Ketua Komisi B DPRD Matim Lucius Modo. (Krebadia.com)
Penyerahan rekomendasi oleh Ketua Forkoma PMKRI Matim Tino Rani (kanan) kepada Ketua Komisi B DPRD Matim Lucius Modo. (Krebadia.com)

“Hari Ini Kami Harus Menangis”

Pengantar Tino Rani tentang derita petani pisang diperkuat oleh kesaksian Baltasar “Bas” Anggal dari Kisol, Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba.

Ribuan pohon pisang di atas areal 4 hektare miliknya habis dimangsa layu bakteri.

Dari 500-an tandan per panen sejak 2008, produksinya menurun drastis tinggal hanya 50 tandan pada 2021. Itulah panennya yang terakhir.

“Hari ini kami harus menangis. Kami kesulitan makan,” kata Bas Anggal.

Maklum. Petani wilayah Tanah Rata tidak hidup dari bercocok tanam padi sebagaimana pada sebagian besar wilayah lain di Matim.

Pisang merupakan salah satu komoditas primadona di sana. Dari pisang, petani bisa hidup, membiayai anak sekolah, dan bikin rumah.

“Pisang adalah pangan lokal yang menjadi makanan utama juga,” kata Bas.

Ia mengingatkan, ancaman kelaparan di wilayahnya sudah di depan mata bila intervensi tanggap darurat tidak segera dilakukan pemerintah.

Betapa tidak. Bersamaan dengan wabah pisang, kakao di wilayahnya turut terserang penyakit. Cengkih tidak berbuah. Ubi mulai kena wabah juga.

Tidak hanya itu. Ternak ikut terdampak kekurangan hijauan. Sapi peliharaan tidak mau lagi makan batang pisang terjangkit bakteri.

Sudah begitu, harga beras sudah naik. Sekarang Rp15-18 ribu per kg.

Di tengah kenyataan belum adanya intervensi nyata pemerintah, Bas berharap DPRD melalui kewenangan yang dimiliki mendorong pemerintah segera turun tangan.

Penyerahan rekomendasi oleh Ketua Forkoma PMKRI Matim Tino Rani (kanan) kepada Kadis Pertanian Matim Yohanes Sentis. (Krebadia.com)
Penyerahan rekomendasi oleh Ketua Forkoma PMKRI Matim Tino Rani (kanan) kepada Kadis Pertanian Matim Yohanes Sentis. (Krebadia.com)

Langkah Darurat, Menengah, Panjang

Urun bicara dari perpektif media, Frans Anggal mengatakan, dalam kenyataannya pisang adalah pangan, meski nomenklatur pemerintah menggolongkannya sebagai hortikultura.

Pada kenyataan, dari hasil peliputan Krebadia.com, pada wilayah tertentu seperti Tanah Rata, para petani sudah terbiasa makan pisang sebagai ganti beras, selain menjual pisang untuk membeli beras.

Dengan musnahnya pisang maka ancaman kelaparan merupakan sesuatu yang nyata.

Untuk itu, tiga langkah diperlukan.

Pertama, langkah jangka pendek-darurat. Pembagian beras bagi petani berdampak.

“Ada cadangan beras pemerintah 100 ton di Dinas Sosial,” kata Anggal.

Kedua, langkah jangka menengah eradikasi total tanaman pisang dan rotasi atau pergiliran tanaman dengan serealia.

Perlu pembagian bibit jagung kepada petani berdampak karena mereka tidak punya uang untuk beli bibit.

Ketiga, langkah jangka panjang. Pengembangan varietas pisang yang cocok.

Varietas tersebut baru boleh ditanam setelah dipastikan lahan benar-benar aman dari bakteri.

Agar tiga langkah tersebut bisa terlaksana, Kanis Lina Bana mengusulkan  bupati menggunakan hak diskresi menyatakan wabah pisang sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Ditekankannya, eradikasi total harus menjadi gerakan masif. Dengan demikian, mata rantai bakteri terputus.

Untuk itu, semua sumber daya aparatur dikerahkan. Pemerintah, DPRD, TNI, dan Polri.

Diperlukan ketegasan, misalnya, “Ya, hari ini kita basmi semua pisang!”

Sudah tentu gerakan ini membutuhkan anggaran. Itulah yang diingatkan Elvis Ontas. Penganggaran perlu dipandang sebagai break down nyata dari adanya political will pemerintah.

Ia mengharapkan anggaran untuk memotong mata rantai wabah pisang ini benar-benar disiapkan.

“Sehingga, setidaknya menjadi angin segar bagi petani bahwa tahun depan dinas pertanian bersama sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan persoalan ini bisa bergerak lebih masif.”

Suasana saat audiensi berlangsung. (Krebadia.com)
Suasana saat audiensi berlangsung. (Krebadia.com)

Anggota DPRD Sangat Tanggap

Curah gagasan Forkoma bersama mitra petani pisang dan media ditanggapi sangat positif oleh semua anggota dewan yang hadir dalam audiensi.

Di bawah arahan pemimpin rapat Lucius Modo yang mumpuni menangkap poin-poin penting curah gagasan, para wakil rakyat pun angkat bicara satu demi satu.

Mereka sangat tanggap dan kompak serta berjanji memperjuangkan apa yang diaspirasikan petani pisang melalui Forkoma dan mitra.

Salesius Medi bersuara keras ketika mengatakan percuma menjelaskan ini semua kalau pemerintah tidak punya rasa memiliki masyarakat yang nasibnya harus diperjuangkan.

Wabah pisang ini kasus lama. Sudah beberapa kali dia angkat dalam rapat banggar dan komisi, tapi hasilnya sama saja. Pada dasarnya pemerintah tidak peduli.

Ia menegaskan, jangan lagi omong kurang anggaran. Anggaran harus ada untuk selamatkan masyarakat.

“Karena uang itu bukan uang pemerintah. Itu uang rakyat. Bagaimana cara pemerintah untuk kembalikan kepada masyarakat. Lihat susah mereka dong.”

Menurut Sifridus Asman, wabah pisang ini sudah sering disampaikan kepada kadis pertanian. Yang menjadi kendala adalah koordinasi lintas sektor.

Kendala lain, petani enggan lakukan eradikasi karena masih sayang dengan tanamannya. Satu dua pohon masih berbuah. Batang pisang juga merupakan bahan untuk pakan ternak sapi dan babi.

Tetapi, kalau eradikasi merupakan cara terbaik untuk memutuskan mata rantai bakteri maka semua hambatan harus bisa diatasi.

Jemain Utsman mendesakkan langkah darurat bantuan beras bagi petani yang hidupnya bergantung penuh pada pisang.

Untuk itu, perlu ada pendataan yang akurat oleh dinas pertanian.

Sedangkan untuk menggantikan tanaman pisang, perlu pergiliran tanaman dengan jagung. Ini sudah dipraktikkan di Kecamatan Sambi Rampas dan sukses.

Berkenaan dengan itu, sikap dan langkah politik yang perlu dilakukan adalah rapat lintas komisi DPRD dan rapat lintas organisasi perangkat daerah (OPD).

Yosef Ode mendukung eradikasi total tanama pisang melalui koordinasi lintas sektor, melibatkan TNI dan Polri.

Untuk itu, perlu ada legitimasi berupa pernyataan bencana oleh bupati, yang mengategorikan wabah pisang sebagai kejadian luar biasa.

Jafar Petrus, yang tanaman pisangnya ikut “ancor”, sependapat perlunya rapat lintas komisi dan lintas OPD jika ingin penanganan wabah menjadi gerakan masif dan sukses.

Rikardus Runggat menggarisbawahi perlunya tindakan yang segera kalau memang eradikasi total merupakan cara terbaik untuk memutus mata rantai wabah ini.

“Daripada kita panen wabah terus,” katanya.

Dinas Pertanian Matim: (dari kiri) Kabid Benyamin Darsis, Kadis Yohanes Sentis, dan Kabid Yohana Kellen. (Krebadia.com)
Dinas Pertanian Matim: (dari kiri) Kabid Benyamin Darsis, Kadis Yohanes Sentis, dan Kabid Yohana Kellen. (Krebadia.com)

Dinas Pertanian Berterima Kasih

Diberi kesempatan menanggap, Kepala Dinas Pertanian Yohanes Sentis menyampaikan terima kasih kepada Forkoma dan mitra karena telah proaktif membangun komunikasi dan memberikan solusi.

Di sela-sela beberan kronologi masuk dan menyebarnya wabah pisang di Matim, John Sentis mengatakan apa yang terjadi tak lepas dari fenomena perubahan iklim yang sudah sejak lama diingatkan para ahli.

Dalam perubahan iklim ini, tanaman lain juga terserang penyakit. Cokelat, cengkih, kopi, dan padi.

Dengan segala keterbatasan, terutama dana, Dinas Pertanian sudah berupaya menyuluh para petani agar melakukan eradikasi.

Namun, hasilnya jauh dari harapan. Sebab, eradikasi apalagi yang masif membutuhkan langkah sinergis yang melibatkan banyak pihak.

Belum lagi, masalah ini masalah kawasan. Agar wabah bisa enyah dari Flores maka gerakan penanggulangan perlu dijadikan gerakan lintas daerah.

Karena itu, Dinas Pertanian menyambut baik inisiatif  Forkoma di satu sisi dan sikap tanggap DPRD di sisi lain yang segera menginisisasi rapat lintas komisi dan lintas OPD.

Forkoma PMKRI Matim bersama mitra petani pisang dan media menyimak curah gagasan dari setiap anggota Komisi B DPRD Matim. (Krebadia.com)
Forkoma PMKRI Matim bersama mitra petani pisang dan media menyimak curah gagasan dari setiap anggota Komisi B DPRD Matim. (Krebadia.com)

Rekomendasi Akhir Hasil Audiensi

Sari pati setiap curah gagasan dalam audiensi hari itu dipetik dengan cemat oleh Lucius Modo selaku pemimpin rapat.

Ia menyesuaikan semuanya dengan sistem dan prosedur kerja dalam lingkup kewenangan DPRD.

Maka, lahirlah butir-butir rekomendasi sebagai berikut, yang terinci poin per poin oleh Lucius Modo.

  1. Perlu adanya pernyataan bencana dari bupati.
  2. Perlu ada rapat dan tindak lanjut lintas sektor dan lintas kabupaten sekawasan.
  3. Perlu ditempuh tiga langkah. (1) Darurat: pembagian beras bagi petani pisang terdampak. (2) Jangka menengah: eradikasi total tanaman pisang dan rotasi tanaman dengan jagung dan sorgum yang mengharuskan adanya penganggaran. (3) Jangka panjang: pengembangan varietas pisang yang cocok.
  4. Dinas Pertanian perlu membuat RAB atau rencana anggaran biaya.
  5. Setiap fraksi di DPRD perlu mendorong penanganan wabah pisang.
  6. Komisi-komisi di DPRD perlu mendorong anggaran penanggulangan.
  7. Banggar atau badan anggaran DPRD juga perlu mendorong penganggaran.
  8. Perlu adanya intervensi dari dana desa, APBD induk 2024, serta keterlibatan aktif dari petani sendiri.

Sungguh rekomendasi yang melegakan dari sebuah audiensi yang bernilai. Audiensi dari orang-orang yang memiliki rasa kepedulian terhadap masalah sosial. Tak ada pesan sponsor politik. Murni, ini gerakan moral karena panggilan kemanusiaan.

Hanya karena niat  baik …. Forkoma PMKRI merapat. DPRD Matim menanggap. Petani pisang pun menuai harap.

 

Baca juga artikel terkait WABAH PISANG MANGGARAI TIMUR atau tulisan menarik Krebadia lainnya.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com