Wisata Jurnalistik di Thailand (4): Suksesnya Proyek Singkong dan Herbal Kerajaan

Avatar of Etgal Putra
BC75E1BE E9D3 4E41 8733 39C1DF4F841D scaled

Krebadia.com — “Hari ini kita akan pergi ke pusat herbal,” kata Arun kepada saya saat sarapan pagi di One Wing Hotel Pattaya.

Pusat herbal yang disebut Arun terletak di daerah pinggiran Pattaya.

“Di sana semua peserta tur akan melihat herbal yang diproduksi Kerajaan Thai. Kalau ada duit lebih, jangan lupa beli ya,” kata Arun.

Pattaya, daerah pesisir timur kota Bangkok, dulunya sebuah area gersang yang hanya bisa ditanami tumbuhan tertentu.

Pada awal 1990 raja Thailand yang berkuasa saat itu, Raja Bhumibol Adulyadej yang bergelar Rama IX, menetapkan Pattaya sebagai lokasi proyek pembaruan besar-besaran dalam bidang pertanian.

Jenis tanaman yang dipilih, singkong.

Singkat cerita, proyek ini sukses besar dan mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat Pattaya.

Sebagai bentuk terima kasih pada Raja, tahun 1996 saat raja berencana mendirikan monumen Laser Buddha sebagai bentuk peringatan 50 tahun kekuasaannya di Thailand, rakyat Pattaya secara sukarela menyumbangkan emas milik mereka kepada kerajaan.

Hasilnya, sebuah monumen Buddha terbesar di dunia dengan ukuran 70 x 109 meter terpatri di sebuah gunung batu.

Semuanya dibuat dari emas.

Bukan hanya itu. Jika diperhatikan dengan seksama, ada sebuah pintu kecil dari emas yang diletakkan di dada Buddha.

Itu adalah pintu untuk sebuah ruangan. Tempat menyimpan abu raja yang sangat mereka hormati.

4F96A4FB C442 49C5 939D 0954699C7242

PATTAYA BUDDHA MOUNTAIN —- Lebih dikenal dengan nama Laser Buddha karena menggunakan sinar laser untuk mengukir gambar pada cadas.

Rombongan tur kami berangkat menggunakan bus menuju daerah pinggiran Pattaya. Kesan tropis daerah ini sangat terasa.

Maklum, Thailand adalah negara tropis yang terletak di Semenanjung Malaya. Berbatasan langsung dengan Malaysia dan Kamboja.

Topografi wilayah pegunungan yang dipenuhi hutan hujan, curah hujan yang cukup tinggi, dan ratusan sungai yang mengalir di wilayah ini membuat Thailand memiliki kesuburan tanah yang luar biasa.

“Ini semua dipercaya orang Thai sebagai berkat dari Buddha. Wilayah Kerajaan Thailand juga dipercaya ditunjuk langsung oleh Buddha,” cerita Arun sesaat sebelum rombongan berangkat.

Perjalanan menuju pusat herbal itu memakan waktu kurang lebih 1 jam.

Sepanjang perjalanan, kebun singkong jadi pemandangan umum sejauh mata memandang.

“Ini singkong pemberian raja Thai. Raja yang sebelumnya. Yang sudah meninggal,” jelas Arun.

Kami pun tiba di Erawadee. Sebuah perusahaan yang mengelola tradisi kerajaan dalam bidang herbal.

Pengobatan herbal Thailand adalah campuran antara metode dan filosofi yang diambil dari biara pertapa Buddha.

Para biksu dan pertapa berhasil menghimpun pengetahuan, melatih kemampuan untuk mengidentifikasi, serta meracik herbal dari berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Thailand.

Ini bukan proses yang mudah dan singkat.

Butuh kurang lebih 2.500 tahun bagi mereka untuk sampai ke tahapan tersebut.

Orang Thailand punya keyakinan bahwa setiap manusia terlahir dengan sehat dan sempurna.

Tetapi dalam perjalanan hidup, manusia tercemar olah perilaku buruk, pola pikir yang buruk, serta makanan yang tidak sehat.

Semua ini mengakibatkan manusia merusak kesempurnaan yang telah diberikan oleh Buddha.

Penyakit, rasa sakit, penderitaan, dan kesialan akan hadir dalam hidup sebagai konsekuensi pilihan manusia yang salah.

Semuanya adalah imbas dari merusak diri.

428CCBB5 BFB1 47D8 96CE 559ED2EE6D02

TOKO HERBAL —- Bisnis herbal jadi bisnis yang menjanjikan di Thailand.
FOTO: Etgal Putra/KrebaDi’a.com

Perjalanan ke Erawadee terasa singkat karena Arun banyak bercerita tentang negaranya.

“Dulu di sini daerah kurang makmur. Raja prihatin lalu bantu rakyat. Kasih bibit singkong. Sekarang orang sini sudah makmur,” cerita Arun.

“Singkong ini mau diapakan memangnya Pak Arun?” tanya saya.

“Oh ini hasil panennya nanti akan dibuat jadi etanol. Untuk bahan bakar. Ada juga untuk industri dan kosmetik,” jawab Arun.

Hikayat Herbal Thailand

Kembali ke pusat herbal yang menjadi tempat tujuan tur.

Ada satu tokoh yang dipercaya sebagai pelindung dan inspirator pengobatan herbal dan pijat tradisional Thailand.

Namanya tabib Jivaca Kumar Bhaccha.

Dia hidup kurang lebih 2.500 tahun yang lalu.

Jivaca adalah pertapa, filosof, dan kawan dekat dari Sidartha Gautama. Dia juga menjadi tabib kepala dari raja India saat itu, Bimbisara.

Jivaca dianggap sebagai yang terbaik pada zamannya.

Dia memahami fungsi dari berbagai jenis tanaman serta mineral alam yang digunakan dalam pengobatan herbal.

Dalam sebuah manuskrip berbahasa Pali (Sansekerta) yang berasal dari abad kedua sebelum Masehi, nama Jivanka disebut sebagai bapak penyembuh.

Pengetahuan dari Jivaca lantas diteruskan pada biksu-biksu yang menetap di biara.

Saking dianggap sakral, salinan kitab pengobatan milik Jivaca disejajarkan dengan kitab yang memuat hikayat kebijaksanaan dari sang Buddha Sidharta.

Orang Thailand yang bergelut dalam dunia medis berbasis herbal sangat menghormati Jivaca.

Ada ritus rutin bernama Budcha yang dilakukan untuk mengenang jasa Jivanka.

Ritus ini jadi bagian dari rutinitas rumah sakit herbal di Thailand.

Para pelaku medis akan menjalankan ritus ini dua kali sehari. Pagi hari sebelum mulai bekerja dan sore hari setelah selesai bekerja.

B786F7F5 622E 467C 9966 1881FA1BDA3F

TABIB JIVACA —- Seorang tokoh yang dipercaya sebagai pelindung dan inspirator pengobatan herbal dan pijat tradisional Thailand.
FOTO: Etgal Putra/KrebaDi’a.com

Dalam tur herbal ini, Arun bercerita banyak hal. Sayangnya, sebagiannya off record. Dia tidak mau ambil risiko.

Dia menjelaskan, raja sebelum raja yang sekarang sangat dicintai rakyatnya. Terutama oleh para petani singkong.

“Mereka sangat mencinta kerajaan,” kata Arun.

“Raja yang sekarang juga dicintai?” tanya saya menggoda.

“Aduh Pak. Kan sudah saya bilang jangan bahas yang itu,” Arun tertawa.

Ini kali kedua saya coba memancing Arun untuk menceritakan pendapatnya tentang raja Thailand yang baru.

Dia belum sekalipun berpendapat secara terbuka.

Dari jawabannya, saya tahu mereka tidak suka raja yang memerintah sekarang. Hanya saja mereka mungkin takut untuk bersuara.

Hukuman jika menghina raja Thailand itu tidak main-main. Bisa langsung dipenjara jika ketahuan.

Herbal Sejak Rama III

Masih tentang herbal Thailand, pada abad 18, Ayuthaya yang adalah ibu kota lama dari Thailand diserbu dan dihancurkan oleh pasukan Burma.

Banyak dokumen penting dan bernilai tinggi musnah bersama kota tersebut.

Para biksu hanya mampu menyelamatkan sebagian teks kuno milik Buddha, dokumen kerajaan, dan sebagian resep herbal milik Jivanka.

Menyadari kenyataan itu, raja yang berkuasa saat itu, Rama III, memerintahkan para biksu untuk menyalin dan menyusun resep pengobatan tersebut secara sistematis.

98F53F3E E69A 4BAF 8327 CFDE0D9CC858

HERBAL THAILAND —- Berbagai jenis akar dan tanaman dikumpulkan dan diolah dengan pendekatan modern untuk menghasilkan produk herbal berkualitas tinggi.
FOTO: Etgal Putra/KrebaDi’a.com

Raja Rama III adalah seorang raja yang konservatif dan peduli pada warisan leluhur.

Selain menyelamatkan teks kuno, Rama III juga memulai proyek pemugaran kuil-kuil bersejarah yang ada di Thailand.

Salah satunya adalah kuil Wat Chetupon, kuil tertua di Bangkok yang menyimpan banyak catatan historis sejarah dan warisan budaya Thailand.

Sekarang ini, Pemerintah Thailand telah mendirikan National Traditional Medicine Institute yang berada dalam kendali Kementerian Kesehatan Thailand.

Universitas Medihol adalah satu contoh paling mutakhir soal keseriusan pemerintah untuk memperkaya dan menyempurnakan pengetahuan mengenai pengobatan herbal.

Berbagai riset yang dibiayai pemerintah telah dilakukan untuk menguji dan menyempurnakan resep-resep yang dibuat oleh Jivanka 2.500 tahun yang lalu.

Pemerintah juga menciptakan undang-undang untuk melindungi kekayaan intelektual atas produk herbal yang dihasilkan di negaranya.

Undang-undang ini membatasi akses orang asing untuk mempelajari dan memperjualbelikan produk herbal secara bebas tanpa izin.

Kembali ke soal raja, Arun tetap bergeming no comment setiap kali saya memintanya membandingkan raja Thailand yang dulu (sang ayah) dan raja Thailand yang sekarang (sang anak).

Akhirnya saya sendiri bikin perbandingan, antara Thailand dan Indonesia dalam perkara singkong.

“Dulu di tempat saya di Flores juga ada proyek singkong. Dikelola oleh anak ‘raja’ juga. Namanya Tommy Soeharto,” kata saya.

“Berhasil proyeknya?” tanya Arun dengan penasaran.

“Hancur total, tapi anak ‘raja’ aman-aman saja. Rakyat yang jadi susah,” kata saya.

“Kok bisa?” tanya Arun lagi.

“Kan dia anak ‘raja’. ‘Raja’ Soeharto,” jawab saya.

“Oh presiden yang jahat itu?” kata Arun sambil tertawa.

“Enak ya di Indo bisa ngomongin raja. Kalau di sini ngomong ketahuan bisa dipenjara,” kata Arun. (Bersambung)