Orang Ini Jelas-Jelas Lebih dari Georg (2)

40 Malam Georg Ludwig Kirchberger SVD

Avatar of Gerard Bibang
Orang Ini Jelas-Jelas Lebih dari Georg (2)

Bersungguh-sungguh dan Sungguh

II.

Saleh, orang ini; tidak pernah terlihat sedikitpun marah, ngomel, ngambek, murung dan cemberut; selalu stabil; tersenyum dan bersuara lembut; tidak pernah terburu-buru dan bernafsu-nafsu

 

Orang ini, fokusnya hanya menjadi bagi orang lain, yang dalam ruang kelas dia menyebutnya dengan beberapa istilah: “man for others, Menschen fuer die Anderen, ada bagi yang lain, bermanfaat bagi sekalian makhluk, rahmat bagi dunia dan sesama”

 

Orang ini tidak pernah hobi cerita nama orang lain, apalagi omong tentang dirinya sendiri, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa, yaitu ketika kalau ‘ditodong’ dalam suasana santai dan tidak resmi; itu pun jawabannya selalu yang itu-itu; hanya ada dua; bahwa memang telah menjadi cita-citanya sejak frater di Sankt Gabriel, Austria untuk nanti bekerja sebagai pengajar di seminari tinggi SVD, begitu setelah ditahbiskan imam; bahwa gondrong plus brewoknya yang terurai awal mulanya adalah protes kepada pimpinan rumahnya yang waktu itu melarang dan mencela rambut lebat panjang dan brewok; disambung dengan cekikikan kecil tapi tidak lama; lalu tambahnya: zamannya dia waktu itu adalah zaman pemberontakan intelektual pasca-Konsili Vatikan Kedua

 

Protes yang sama, orang ini lakukan ketika di Ledalero dari awal hingga akhir thn 80-an; saat itu rektor rumah, Pater Embuiru SVD, sering mengkritik secara terbuka frater-frater yang rambut gondrong kribo, janggutan dan celana komprang berlebihan sampai gesek-gesekan lantai atau tanah; orang ini dengan sunyi tanpa kata tampil ke mana-mana, di ruang kelas dan di gereja, dengan rambutnya yang panjang serata bahu dipadu dengan brewok berwarna perak putih terurai; ketika celaan itu pergi, gondrongnya lenyap tapi brewok tetap menempel di dagu dan pipinya meski tidak lagi lebat terurai; brewoknya ikut menua dan menipis

 

Orang ini, baik hati, sopan santun, sangat membantu dan penuh cinta; ambisinya yang utama dan pertama-tama ialah membuat orang lain menjadi orang; dia akan mengurusmu sampai benar-benar menjadi orang; orang ini sejatinya sedang melaksanakan apa yang dia ucapkan dalam kuliah antropologi teologi, yang kemudian dibukukan berjudul Pandangan Kristen tentang Dunia dan Manusia, di halaman 19 tentang hominisasi, bahwa tugas mulia seorang manusia ialah meningkatkan dirinya dari tahap hominisasi menjadi humanisasi; itulah sebabnya orang ini dengan telaten mendampingimu, yah, itu tadi, untuk mengantarkanmu naik kelas dari hominisasi ke humanisasi, dari hanya menjadi fisik ‘homo’ menuju lebih human

 

Kepadamu orang ini ingin berkata, ayo, menjadi manusia itu tidak sekali jadi, tapi proses tanpa selesai hingga mati; bahwa menjadi fisik ‘homo’ adalah pemberian (=Gabe) Allah, dan bahwa kewajibanmu sekarang ialah mengalihkan pemberian itu menjadi tugas (Aufgabe); orang ini membimbingmu untuk menjenjangkan hidupmu dari Gabe ke Aufgabe; bukankah ini sebuah praksis cinta yang tuntas dan tidak setengah-setengah?

 

Jadilah orang ini sebuah praksis dan teori sekaligus; apa yang dilakukannya, dia sedang berteori sejatinya; dan ketika sedang berteori di ruang kelas dan seminar, itulah apa yang dilakukannya; begitulah ketika orang ini mendengarkanmu, dia mendengarkanmu bersungguh-sungguh dan sungguh; sengaja saya gunakan frasa “bersungguh-sungguh dan sungguh” hanya untuk membahasakan keseriusan, kemurnian hati dan cintanya yang mendalam kepadamu; dia bersungguh-sungguh dan sungguh menjawabimu meskipun banyak pertanyaanmu tergolong tidak berguna, bodoh dan konyol; dia juga menikmati bersungguh-sungguh dan sungguh terhadap lucu-lucu, nyeleneh, olok-olokan dan banyolanmu yang receh dan murahan; tapi dia tidak pernah sedikit pun mencelamu, apalagi memotong pembicaraanmu; kalaupun dia hendak menyahutimu, seringkali dia mengangkat jari telunjuknya, memohon-mohon kepadamu agar diberikan kepadanya giliran berbicara; maka tahu diri dan malu-lah engkau di depan kerendahan-hatinya; orang ini adalah pendengar sejati; orang ini adalah Georg yang bersungguh-sungguh dan sungguh!

 

Orang ini, benar; meminjam istilah almarhum Pater Pinon: orang ini selalu hidup dalam kesadaran; selalu sadar dari mana dan ke mana, yang dalam istilah modern sekarang, orang ini memiliki kesadaran positioning yang sangat tinggi; karena benar, orang ini khusyuk doanya dan berkata apa adanya; orang ini adalah apa yang dikatakannya dan diperbuatnya; kata dan lagak-laku satu tak terpisah

 

Bagi orang ini, amukan badai di atas sana, rasa terguncang di dalam badan, semuanya bersatu dalam jiwa; orang ini tetap berjalan merunduk sambil senyum; jika dengan kepala tegak, wajahnya selalu terpancar keramahan yang terbanjiri kucuran keringat dan sengat terik mentari

 

Bagi orang ini, kelemahan orang lain bukan kendala untuk mencinta; bukan alasan membuatnya pusing mempersangkai; memahami, memaafkan dan memberi solusi, itulah kunci yang selalu dipegangnya; orang ini memang paling cerewet dan ngeyel membimbing tesis; tapi paling setia dan selalu ada untukmu hingga tesismu dinyatakan lulus dan selesai; barulah orang ini melepasmu pergi; dia tersenyum memandangmu melangkah jauh dan terus menjauh tanpa perlu dia mendengarkanmu berucap, terimakasih Pater!

 

Ketika gempa dahsyat mengguncang Bukit Mentari yang kokoh dan permai itu, orang ini disadari akhirnya layak diteladani; yaitu lagak-laku dan praksis hidupnya yang meminggir dan menepi

 

Ada suatu kurun waktu, orang ini menepi di Wairpelit, membimbing para mahasiswa awam; beberapa rumah didirikannya dan di sinilah orang ini memaklumkan sebuah cinta yang tak biasa; dia makan tidur bersama mereka,  memasak sendiri dan dalam arti tertentu menghidupi sendiri; tapi brevir, doa komunitas dan ekaristi, tetap rutin dan tak berubah; dari sinilah orang ini hendak berwarta bahwa sesungguhnya menepi adalah jalan sunyi untuk memihak kepada orang kecil, tersisih dan pinggiran; pada akhirnya Ledalero di bukit megah mentari itu tahu bahwa jalan Sabda ialah jalan sunyi, jalan meminggir dan jalan menepi; bahwa hanya di atas jalan seperti itu, seseorang bisa menyapa yang terpinggirkan sembari bersujud kepada Sang Sabda di Singgasana

 

Orang ini, warga Serikat Sabda Allah (SVD) yang paling tulen; empat puluh tujuh tahun sudah orang ini meninggalkan tanah kelahirannya Jerman, mati bagi kebudayaannya sendiri demi memberi hidup bagi kebudayaan lain, ialah kebudayaan Maumere, tempat persemaian ahli waris Sang Sabda di Bukit Mentari; orang ini benar-benar telah memperagakan misteri inkarnasi kepada semesta

 

Orang ini sudah lama selesai dengan dirinya sendiri; kalau pun orang ini tampak bergaya serius untuk menguraikan apa yang dipikirkannya, hati orang ini tak meminta apa-apa kecuali bagaimana menyenangkan anak-anaknya yang di depan mata

 

Maka tak terlintas sedikit pun pada orang ini bermimpi menaklukkan dunia sebab dunia sangat murah harganya; nama besar dan tenar, kemegahan dan kegagahan amat sangat diremehkannya dan tak akan pernah dikenakannya sebagai pakaian

 

Kaki orang ini pun tidak pernah meloncat menggapai langit karena tak ada alasan untuk lari terbirit-birit; tangannya tidak mengacungkan tinju ke angkasa sebab tak ada satu unsur apapun di dunia ini yang membuatnya  kagum dan terpana; kemampuan dan kekuatannya tak menguasai siapa-siapa karena orang ini tidak tertarik pada kemenangan atas manusia

 

Orang ini, yah, orang ini, jelas-jelas lebih dari Georg yang kasat mata; jelas-jelas lebih dari orang ini yang dinarasikan di sini; orang ini tetaplah seserpih misteri yang siang malam selama hidupnya meneteskan rahasia langit; yang akhirnya setelah ia pergi, kita-kita yang di bumi dimurnikannya untuk merindu-rindu yang benar, untuk jangan merindu-rindu yang palsu dan semu, untuk hanya merindu-damba yang sejati, ialah kebahagiaan kekal yang tak mati-mati

 

(Bersambung)

 

EDITOR: Redaksi Krebadia.com


WhatsApp Image 2023 07 26 at 18.33.01Gerard N. Bibang, alumnus IFTK Ledalero, dosen, dan penyair, mantan jurnalis-penyiar radio Deutsche Welle Jerman dan Radio Nederland Wereldomroep Belanda.