Krebadia.com — Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) Ruteng menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bank NTT Manggarai pada Senin 17 Juli 2023 pukul 10.00 Wita. Demo ini sempat tegang karena ditanggapi dengan dentuman musik oleh pihak Bank NTT yang saat itu sedang merayakan hari jadinya ke-61. Ketua LPPDM Marsel Ahang, menyoroti perekrutan pegawai Bank NTT yang menurutnya tidak melalui seleksi yang berkualitas, sehingga hasilnya pegawai yang tidak memiliki kualitas.
Di balik demo yang praktis tidak dihiraukan oleh Bank NTT ini terdapat skandal mahabesar, di dalamnya Bank NTT hanyalah bank kecil. Banyak bank besar tingkat nasional tertipu oleh investasi bodong PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) dengan nilai fantastis.
“Goyang terus, Kaka,” kata Ahang saat orasinya diganggu oleh dentuman musik dan goyangan dari seorang pegawai Bank NTT — bank yang berpesta ultah di tengah skandal keuangan Rp50 miliar plus bunga kredit Rp10,5 miliar yang dikelola PT SNP itu.
“Ini juga karena perekrutan tidak melalui seleksi yang berkualitas, makanya yang ada di dalam (Kantor Bank NTT) juga ini tidak punya kualitas. Sehingga kita berbicara, dia bergoyang,” kata Ahang.
LPPDM melakukan orasi dari luar pagar Bank NTT Cabang Ruteng. Aksi unjuk rasa ini dikawal ketat oleh pihak kepolisian, baik dari Polres Manggarai maupun Satuan Brimob dengan senjata lengkap.
“Tolong hentikan musiknya. Cukup 20 menit. Supaya publik Manggarai tahu apa yang terjadi dengan Bank NTT hari ini. Kalau berani, goyang di sini, di depan kami,” kata Ahang.
Permintaan Ahang tidak direspon oleh pihak Bank NTT yang terus memutar musik sambil bergoyang. Suasana kemudian mulai memanas karena orator LPPDM tersebut harus berteriak untuk mengimbangi volume musik yang disetel makin besar.
Melihat situasi yang mulai tegang, pihak kepolisian akhirnya turun tangan meminta pihak Bank NTT mematikan musik dan mengizinkan LPPDM melakukan orasi selama 20 menit.
“Kepala Bank NTT jangan duduk nyaman di dalam. Datang temui kami dulu. Anda duduk di dalam dibayar untuk bekerja dengan sungguh, bukan bekerja untuk memperkaya diri. Kalau pernyataan saya ini salah, tantang temui saya. Datang temui LPPDM, datang temui Aliansi Peduli Bank NTT hari ini,” seru Marsel dalam orasinya.
Namun hingga aksi unjuk rasa ini selesai, tidak ada perwakilan dari pihak Bank NTT yang keluar untuk menemui para pengunjuk rasa.
LPPDM dalam orasinya, menyoroti masalah investasi macet milik Bank NTT sebesar 50 miliar rupiah, plus bunga kredit sebesar 10,5 miliar rupiah yang di kelola oleh PT SNP.
Masalah investasi macet ini merupakan hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTT.
Yang terlambat diketahui–atau jangan-jangan sengaja pura-pura tidak tahu–adalah bahwa PT SNP ternyata adalah tukang kredit yang jadi tukang bobol bank. Ini perusahaan gali lubang tutup lubang. Bank NTT satu dari banyak bank yang akhirnya terjerumus dalam investasi bodong.
Baca juga:
Tuntutan LPPDM
Dalam demonya, isu investasi bodong ini disinggung sekilas oleh LPPDM. Marsel Ahang selaku orator lebih menyoroti isu lainnya, yakni pengelolaan Bank NTT yang saat ini kurang sehat serta kritis. Menurut LPPDM, kondisi di kuartal pertama (Q1) tahun 2023 yakni bulan April 2023 perolehan keuntungan Bank NTT semakin berkurang dibanding dengan tahun sebelumnya.
“Bank NTT ini perlu kita kawal. Jumlah masyarakat yang kredit meningkat, tetapi kenapa labanya turun. Lari ke mana uang yang mereka kelola?” kata Ahang dalam orasinya.
Marsel Ahang mewakili LSM LPPDM menyampaikan tuntutan yang didasari keprihatinan terhadap amburadulnya manajemen yang dikelola oleh Komisiaris Utama, Direktur Utama, Direktur Kredit, Direktur TI dan Operasional, serta amburadulnya pengelolaan dari kepala Bank NTT cabang kabupaten kota di NTT.
Inilah isi tuntutan mereka:
- Dalam rangka menyelamatkan keuangan masyarakat yang menabung, Bank NTT segera menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) serta mengganti semua jabatan fungsional di Bank NTT dari tingkat pusat hingga tingkat cabang kabupaten kota di NTT.
- Mendesak Kejati NTT melalui Kejaksaan Negeri Manggarai segera proses hukum serta segera tindak lanjuti penyelidikan hasil temuan BPK sebesar 50 miliar rupiah dalam kasus dugaan korupsi pembelian Medium Term Note (MTN) dari PT SNP Finance.
- Mendesak Kejati NTT segera menyita barang bukti baik aset bergerak maupun aset tidak bergerak dari oknum-oknum yang diduga terlibat pada kasus tersebut.
- Mendesak Kejati NTT segera menetapkan tersangka oknum-oknum yang terlibat dalam kasus MTN yaitu:
- Gubernur NTT Viktor Laiskodat selaku penanggung jawab serta pengendali Bank NTT
- Komisiaris Utama Bank NTT Juvenila Jod Jana
- Direktur Utama Bank NTT Alexander Riwu Kaho
- Direktur Kredit Bank NTT Stefanus Paulus Mesak
- Direktur TI dan Operasional Bank NTT Hilarius Minggu
- Kepala Bank NTT cabang kabupaten kota
- Meminta Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia Perwakilan NTT independen dalam menyelesaikan persoalan temuan BPK RI tersebut.
- Meminta Otoritas Jasa Keuangan Perwakilan NTT segera melakukan pengawasan dan tindakan serta beri sanksi terhadap pengelolaan keuangan dari Bank NTT.
Apa Itu MTN
Medium Term Note (MTN) yang disorot oleh LPPDM dalam kasus investasi Bank NTT pada PT SNP adalah sebuah istilah dalam dunia investasi.
MTN merupakan surat utang jangka menengah yang dikeluarkan oleh perusahaan yang membutuhkan dana untuk pembiayaan dalam kurun waktu lima sampai sepuluh tahun.
Tujuan diterbitkan sebuah MTN oleh suatu perusahaan adalah untuk mendapatkan utang secara teratur dan berkesinambungan agar bisa membiayai kebutuhan jangka menengah.
Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan yang menjadikan MTN sebagai program pendanaan rutin perusahaan dengan biaya yang murah.
Ini karena perusahaan tidak perlu repot-repot mempersiapkan berbagai dokumen hukum yang lengkap saat menerbitkan MTN.
Pada proses penawarannya, perusahaan yang menerbitkan MTN bisa secara langsung menjualnya pada pihak investor tanpa harus melalui bursa efek atau pasar modal.
Untuk investor, MTN menjadi salah satu jenis investasi yang menguntungkan dan bisa dipilih untuk jangka waktu pendek.
Sebagai surat utang, MTN tentu disertai dengan pengembalian bunga dalam suatu tingkat tertentu.
Tingkatan bunga yang digunakan di dalam MTN adalah suku bunga mengambang yang mengacu pada suku bunga keuangan internasional.
MTN yang dikeluarkan dalam bentuk mata uang EURO menggunakan suatu acuan suku bunga yang disebut dengan Euribor (Euro Interbank Offered Rate).
Sedangkan untuk di Indonesia, MTN diterbitkan dalam bentuk mata uang rupiah yang mengacu pada suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Baca juga:
Risiko Investasi MTN
Sebagai surat berharga berbasis utang yang sekaligus menjadi pilihan investasi, MTN tidak lepas dari risiko.
Risiko pertama dari MTN adalah gagal bayar dari pihak perusahaan penerbit MTN itu sendiri.
Korporasi atau perusahaan yang mengeluarkan MTN akan menggunakan dana utang untuk membiayai berbagai bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.
Dalam penerapannya, bisa jadi perusahaan akan mengalami sejumlah kendala yang mengakibatkan tingkat keuntungan tidak tercapai dan bahkan tidak balik modal.
Akibatnya, perusahaan tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar utang pokok dan bunga yang dijanjikan kepada investor. Kondisi ini mengakibatkan gagal bayar.
Salah satu penyebabnya adalah proses penawaran yang dilakukan secara langsung pada investor. Karena proses penawarannya yang dilakukan secara tertutup dan tidak melibatkan berbagai pihak berwenangan seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maka prosesnya pun dianggap kurang transparan.
Yang kedua, proses pengajuan MTN tidak diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Seperti yang telah dijelaskan di atas, proses penawaran MTN bisa dilakukan tanpa melalui bursa efek, sehingga tidak bisa diawasi oleh OJK. Ini menjadi alasan mengapa investasi MTN dinilai kurang aman.
Yang ketiga, masalah perubahan tingkat suku bunga.
Penggunaan suku bunga mengambang pada SBI dinilai menguntungkan, tetapi di sisi lain juga memiliki risiko kerugian.
Suku bunga mengambang memiliki kemungkinan fluktuatif dan mengikuti perubahan suku bunga SBI yang dijadikan sebagai pedoman.
Bila suku bunga SBI meningkat maka itu akan menguntungkan investor, tetapi bila menurun tentu akan memberikan kerugian.
Baca juga:
Masalah MTN pada Bank NTT
Dalam kasus dugaan korupsi pembelian MTN dari PT SNP Finance, Keputusan Alex Riwu Kaho mantan kepala Divisi Treasury Bank NTT yang saat ini menjabat Dirut Bank NTT dalam pembelian MTN atau Surat Hutang Jangka Menengah PT SNP pada tahun 2018 senilai Rp50 miliar dilakukan tanpa didahului analisa due diligence.
Analisa due diligence dalam investasi adalah sebuah kegiatan investigasi, audit, ataupun review untuk mengonfirmasi fakta dan detail terkait perusahaan yang sedang dipertimbangkan untuk diberi investasi.
Pada umumnya, due diligence adalah kegiatan yang kerap dikaitkan dengan investasi skala besar, restrukturisasi perusahaan, atau merger dan akuisisi.
Tujuan due diligence adalah memeriksa aset dan kewajiban, menilai risiko dalam bisnis, serta mengidentifikasi area lainnya untuk penyelidikan lebih lanjut.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2020, analisa due diligence perlu dilakukan untuk mengetahui suatu perusahan memenuhi standar kelayakan atau kinerja secara utuh sebagai referensi kepada calon pembeli. Namun menurut BPK, hal ini tidak dilakukan pihak Bank NTT.
Selain analisa due diligence, menurut LHP yang dikeluarkan BPK tahun 2020, dalam keputusan pembelian MTN milik PT SNP oleh Alex Riwu Kaho sebagai kepala Divisi Treasury yang menjabat saat itu, terdapat enam dugaan pelanggaran lainnya.
Dirilis dari okenarasi.com, pelanggaran pertama yang dilakukan oleh Bank NTT adalah investasi pembelian MTN hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antar bank, sebab Bank NTT belum memiliki pedoman terkait prosedur dan batas nilai pembelian MTN tahun 2018.
Pelanggaran kedua, investasi pembelian MTN tidak masuk dalam rencana bisnis Bank NTT tahun 2018.
Pelanggaran ketiga, pihak Bank NTT tidak melakukan investigasi untuk mengetahui secara detail status perusahan dan manajemen PT SNP.
Diduga, pertemuan dengan pengurus atau manajemen PT SNP baru terjadi setelah PT SNP mengalami permasalahan gagal bayar.
Pelanggaran keempat, pembelian MTN tidak melalui telaah terhadap laporan keuangan dan audit PT SNP Tahun 2017, namun hanya berpatokan pada peringkatan yang dilakukan oleh Pefindo tanpa mempertimbangkan catatan pada press release Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan belum berdasarkan laporan keuangan dan audit PT SNP tahun 2017, sehingga mitigasi atas risiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik.
Pelanggaran kelima, Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak melakukan pembelian MTN.
Pelanggaran keenam, Bank NTT tidak mempertimbangkan kolektibilitas PT SNP pada Sistem Laporan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.
Atas kondisi tersebut, pihak Manejemen Bank NTTtahun 2018 mengambil kebijakan hapus buku. Bank NTT melakukan proses hapus buku MTN dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) MTN pada tanggal 31 Oktober 2018 senilai Rp7,62 miliar.
Selanjutnya mengajukan surat persetujuan SOP Hapus Buku Surat Berharga kepada Dewan Komisaris Bank NTT dengan surat Direktur Pemasaran Dana nomor 605/DIR- DTs/XII/2018 tanggal 21 Desember 2018 yang setujui oleh Komisaris Utama melalui surat nomor 134/DK Bank NTT/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018.
Kemudian, Alex Riwu Kaho selaku kepala Divisi Treasury Bank NTT mengusulkan penghapusbukuan Surat Berharga MTN PT SNP pada tanggal 28 Desember 2018, dengan membentuk CKPN kedua senilai Rp 42 Milliar lebih, yang disetujui oleh Direksi Bank NTT dengan Surat Keputusan Nomor 147 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Penghapusbukuan Surat berharga Tahun Buku 2018 atas MTN PT SNP senilai Rp50 miliar.
Baca juga:
PT SNP: Tukang Kredit Yang Jadi Tukang Bobol
Pada tahun 2018, lima orang direksi dan manajer PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) diamankan pihak berwajib terkait kasus dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen, penggelapan, penipuan, dan pencucian uang dalam aktivitas usahanya sebagai perusahaan pembiayaan (multifinance).
SNP Finance merupakan bagian usaha Columbia, jaringan ritel yang menawarkan pembelian barang rumah tangga secara kredit atau cicil. Dalam kegiatannya, SNP lah yang menyokong pembelian barang yang dilakukan oleh Columbia dengan sumber pendanaan dari perbankan atau surat utang.
SNP Finance diketahui menerima fasilitas kredit modal kerja dari 14 bank. Salah satunya adalah Bank NTT dan yang paling besar berasal dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. SNP Finance sendiri telah 20 tahun menjadi nasabah Bank Mandiri.
Saat itu, Bank Mandiri memasukkan SNP Finance dalam kelompok kolektibilitas 2 (kol 2) atau dalam perhatian khusus. Restrukturisasi kredit diperlukan bukan karena perusahaan menunggak pembayaran, melainkan agar perusahaan bisa mendapat kucuran dana dari bank lain.
Bukannya membaik, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri saat itu, Rohan Hafas mengatakan SNP Finance malah menunjukkan itikad buruk. Dalam beberapa bulan terakhir, kreditnya mulai macet dan manajemen perusahaan mengajukan pailit sukarela. Padahal, kredit macetnya saat itu mencapai Rp1,2 triliun.
PT SNP: Perusahaan Gali Lubang Tutup Lubang
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri pada waktu itu, Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitong mengatakan pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan Bank Panin pada bulan Agustus Tahun 2018.
Menurutnya, SNP Finance mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016 sampai 2017 dengan plafon kepada debitur sebesar Rp425 miliar.
Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit macetnya adalah menerbitkan surat utang berbentuk Medium Term Notes (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo, lembaga pemeringkat, berdasarkan laporan keuangan yang diaudit oleh KAP DeLoitte.
Mengutip siaran pers Pefindo, biro kredit independen tersebut mendapuk SNP Finance dengan peringkat idA- (single A minus) sejak Desember 2015-November 2017. Lalu, peringkat itu dinaikkan menjadi idA (single A) pada Maret 2018. Padahal, saat itu, keuangan SNP Finance mulai bermasalah.
Dua bulan setelahnya, yakni Mei 2018, OJK mengeluarkan sanksi Pembekuan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap SNP Finance melalui Surat Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Nomor S-247/NB.2/2018.
Pefindo pun buru-buru menyematkan peringkat idCCC (triple C) atau credit watch negative sebelum akhirnya menarik peringkat terhadap SNP Finance.
Kronologi Investasi Bodong Bank NTT Pada PT SNP
Berikut kronologi kasus investasi Medium Term Note (MTN) antara Bank NTT dengan PT SNP pada tahun 2018, dikutip dari LHP BPK Tahun 2020.
Pada tanggal 22 Maret tahun 2018, Bank NTT melakukan penempatan dana dalam bentuk pembelian Medium Term Note (MTN) atau surat berharga jangka pendek dari PT SNP (Sunprima Nusantara Pembiayaan). Penempatan dana non bank yang dilaksanakan oleh PT Bank NTT pada tahun 2018, dalam bentuk pembelian MTN senilai Rp50 miliar, dengan coupon rate 10,55% selama 2 tahun.
Setelah menerima pembiayaan dari Bank NTT, kurang dari dua bulan kemudian, tepatnya pada tangggal 02 Mei 2018, PT SNP Finance mengajukan permohonan pailit , melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikabulkan oleh PN Jakpus pada tanggal 4 Mei 2018.
Merespon kepailitan PT SNP tersebut, pada tanggal 23 Mei 2018 Bank NTT menunjuk Advokat dan konsultan hukum pada kantor ANC & Co. advocate & solicitor sesuai dengan surat kuasa Nomor 19/DIR/VI/2018 untuk mewakili dan atau mendampingi dan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana maupun perdata dalam kasus PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Piutang) PT SNP.
Kemudian pada tanggal 31 Oktober 2018, Bank NTT melakukan proses hapus buku MTN dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) MTN sebesar Rp7,62 miliar.
Selanjutnya pada tanggal 21 Desember 2018, Direktur Pemasaran Dana mengajukan surat persetujuan SOP Hapus Buku Surat Berharga kepada Dewan Komisaris Bank NTT dengan surat Direktur Pemasaran Dana nomor 605/DIR-DTs/XII/2018
Pada tanggal 26 Desember 2018, Komisaris Utama melalui surat nomor 134/DK Bank NTT/XII/2018 menyetujui permohonan SOP Hapus buku yang di ajukan oleh Direktur Pemasaran Dana.
Berikutnya pada tanggal 28 Desember 2018, Divisi Treasury Bank NTT mengusulkan penghapusbukuan Surat Berharga MTN PT SNP dengan membentuk CKPN kedua senilai 42.3 milyar rupiah.
Setelah itu, pada tanggal 31 Desember 2018, Direksi Bank NTT menyetujui usulan Penghapusbukuan tersebut dengan Surat Keputusan nomor 147 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Penghapusbukuan Surat berharga Tahun Buku 2018 atas MTN PT SNP senilai Rp50 miliar.
Beralih ke tanggal 4 Januari 2020, BPK Melakukan audit pada Bank NTT. BPK merekomendasikan dua poin kepada Pengurus Bank NTT, yaitu:
- Dewan Komisaris dalam RUPS agar meminta Jajaran Direksi Bank NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT SNP senilai Rp50 miliar antara lain dengan melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI
- Direktur Utama agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence.
EDITOR: Redaksi Krebadia.com