Proyek Air Minum Bersih di Benteng Riwu Diduga Gunakan Pasir Ilegal, Digali dari Kawasan Konservasi BKSDA

Subkontraktor tidak gunakan hak jawab, sedang BKSDA NTT berjanji akan dalami dugaan kasus

Avatar of Andre Babur
WhatsApp Image 2023 09 14 at 14.34.33
Bak induk proyek air minum bersih Desa Benteng Riwu di tengah hutan Pangga diduga dibangun menggunakan pasir yang digali dari kawasan konservasi. (Andre Babur/Krebadia.com/26-8-2023)

Ditulis oleh Andre Babur

Krebadia.com — Proyek air minum bersih senilai Rp2,3 miliar yang dikerjakan CV Evchadori di Desa Benteng Riwu, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, diduga menggunakan material pasir ilegal karena diambil dari kawasan konservasi.

Penelusuran Krebadia.com pada Minggu, 26 Agustus 2023, menemukan sebuah galian pasir yang berdampingan langsung  dengan sebuah gubuk milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTT di wilayah hutan Pangga, sekitar 1,5 kilometer arah utara dari kampung Rentung, Desa Benteng Riwu.

Sirilus Padu, salah satu buruh mengangkut pasir dari lokasi tersebut mengatakan, pasir galian dari lokasi itu digunakan sebagai material pengerjaan bak induk dalam proyek pengembangan air minum di Desa Benteng Riwu. Ia merujuk pada proyek air minum bersih senilai Rp2,3 miliar yang dikerjakan CV Evchadori itu.

Krebadia.com yang berkaki mendatangi lokasi di tengah hutan itu menemukan bak induk dibangun di titik mata air Wae Bobo di tengah-tengah hutan Pangga, sekitar tiga kilometer arah utara dari Kampung Rentung.

“Itu pasir yang kami angkut waktu itu. Vitus Dola yang suruh untuk gali pasir di lokasi itu,” kata  Sirilus Padu saat ditemui di Rentung pada Selasa 12 September 2023.

Vitus Dola merupakan direktur CV Chavi Mitra. Dalam proyek air minum bersih ini, dia berperan sebagai  subkontraktor.

Lokasi galian tersebut, kata Sirilus, jelas-jelas berada dalam kawasan konsevasi.

Bahkan Vitus Dola pernah diingatkan warga saat pertama kali hendak menggali pasir di wilayah itu. Namun saran warga tak dihiraukan Vitus, kata Sirilus.

Dihubungi via WhatsApp pada Kamis 13 September 2023, Vitus Dola tidak merespon. Pesan WhatsApp yang dikirim Krebadia.com untuk meminta hak jawabnya tidak ditanggapi.

WhatsApp Image 2023 09 14 at 14.34.50
Lokasi galian pasir yang berdampingan dengan gubuk milik BKSDA. (Andre Babur/Krebadia.com/26-8-2023)

BKSDA Akan Dalami Dugaan Kasus

Pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam  (BKSDA) NTT sedang mendalami dugaan kasus ini sebelum menentukan sikap dan mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yohanes Berchmans Fua, sepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Besar KSDA NTT meliputi  Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat mengatakan, pihaknya akan melakukan pendalaman dugaan kasus penggalian pasir dalam kawasan konservasi tersebut.

Pendalaman tersebut, kata dia, berupa upaya  pengumpulan barang bukti dan keterangan (pulbaket) dari berbagai pihak sebelum menentukan sikap dan mengambil tindakan lanjutan.

“Teman-teman (BKSDA) sudah lakukan pengecekan ke lokasi. Tidak ditemukan pelaku. Dan sedang pulbaket dulu,” kata Yohanes dalam pesan WhatsApp yang diterima Krebadia.com pada Kamis 13 September 2023 malam.

Tentang  tindakan yang akan diambil, Yohanes mengatakan semuanya bergantung pada barang bukti. Bila barang bukti sudah dinyatakan lengkap maka proses hukum bagi tersangka pelaku tentu akan dipertimbangkan.

“Semuanya tergantung bukti. Apalagi hal yang tidak tertangkap tangan. Kita perlu bukti yang kuat,” katanya.

WhatsApp Image 2023 09 14 at 14.35.07
Bak titik pengambilan air yang diduga dibangun menggunakan pasir dari kawasan konservasi. (Andre Babur/Krebadia.com/26-8-2023)

Apa Tanggung Jawab BKSDA?

BKSDA adalah lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam di kawasan hutan lindung di Indonesia.

Dalam kasus penggalian pasir ilegal di hutan lindung, BKSDA dapat melakukan beberapa tindakan sebagai respon terhadap pelanggaran tersebut.

  1. Pemantauan dan Pengawasan: BKSDA dapat melakukan pemantauan dan pengawasan rutin di kawasan hutan lindung untuk mendeteksi kegiatan ilegal seperti penggalian pasir. Tim dari BKSDA dapat melakukan patroli lapangan, memasang kamera pemantau, dan bekerja sama dengan pihak berwenang lainnya untuk mendokumentasikan pelanggaran dan mengumpulkan bukti-bukti yang kuat.
  2. Penindakan dan Penegakan Hukum: BKSDA dapat melaporkan kasus penggalian pasir ilegal kepada pihak kepolisian atau instansi hukum terkait. Mereka dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pelaku dengan didasari oleh bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Penindakan ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah tindakan ilegal serupa di masa mood depan.
  3. Rehabilitasi dan Restorasi: Setelah pelanggaran terjadi, BKSDA dapat melakukan upaya rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan yang terdampak. Hal ini dapat meliputi penanaman kembali vegetasi asli, perbaikan terhadap ekosistem yang rusak, dan pemulihan keanekaragaman hayati yang terancam.
  4. Pemberdayaan Masyarakat dan Edukasi: BKSDA juga dapat berperan dalam memberdayakan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung melalui edukasi dan pelatihan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan lindung serta memberikan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan.

Pada intinya, BKSDA memiliki peran strategis dalam penanganan kasus penggalian pasir ilegal di hutan lindung. Dengan melakukan pemantauan, penindakan hukum, rehabilitasi, dan edukasi, BKSDA dapat berkontribusi untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam dan ekosistem di kawasan hutan lindung.

WhatsApp Image 2023 09 14 at 14.35.23
Bak titik pengambilan air. (Andre Babur/Krebadia.com/26-8-2023)

Peraturan Apa yang Dilanggar?

Menggali dan mengambil pasir di hutan lindung di Indonesia melanggar beberapa undang-undang dan peraturan terkait pengelolaan hutan.

Berikut penjelasan ringkas mengenai pelanggaran hukum dimaksud.

  1. Undang-Undang Kehutanan: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merupakan dasar hukum yang mengatur pengelolaan sumber daya hutan di Indonesia. Pasal 50 undang-undang ini menyatakan bahwa setiap kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya alam hayati di hutan harus memiliki izin yang sah. Jika tidak ada izin yang sah, maka kegiatan tersebut bisa dikenai sanksi pidana.
  2. Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung: Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2001 adalah peraturan yang mengatur secara khusus pengelolaan kawasan hutan lindung. Pasal 15 peraturan ini melarang segala bentuk kegiatan eksploitasi alam yang merusak lingkungan, termasuk penggalian dan penambangan. Melanggar peraturan ini dapat dikenai sanksi pidana.
  3. Peraturan Daerah: Selain undang-undang dan peraturan pemerintah, setiap provinsi atau kabupaten/kota juga dapat memiliki peraturan daerah yang mengatur pengelolaan kawasan hutan lindung di daerahnya. Peraturan ini berfungsi untuk memberikan perlindungan tambahan terhadap ekosistem dan sumber daya alam yang ada di dalamnya.

Menggali dan mengambil pasir di hutan lindung tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Ini termasuk merusak habitat flora dan fauna, mengganggu siklus air dan tanah, serta mengancam keberlanjutan lingkungan. Dalam beberapa kasus, penggalian dan penambangan ilegal juga terkait dengan praktik korupsi dan ilegal loging, yang merugikan negara secara finansial.

Oleh karena itu, penting setiap warga menghormati undang-undang dan peraturan yang berlaku serta menjaga keberlanjutan lingkungan dengan melakukan kegiatan yang tidak merusak habitat alam, termasuk menggali pasir di tempat yang legal dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Baca juga: Warga Lurut dan Puskesmas Tilir Menderita, Sudah 4 Bulan Air Pipa Tidak Mengalir

WhatsApp Image 2023 09 07 at 22.21.40
Kondra, warga Lurut, siap cari dan angkut air pakai jeriken menggunakan sepeda motor karena persediaan air di rumahnya mulai berkurang. (Andre Babur/Krebadia.com)

Berawal dari Air Tidak Mengalir

Temuan dugaan kasus penggunaan pasir dari kawasan konservasi dalam proyek air minum bersih Rp2,3 miliar yang dikerjakan CV Evchadori bermula dari keluhan warga kampung Lurut dan Puskesmas Tilir, Desa Benteng Riwu.

Mereka menderita krisis air bersih selama empat bulan. Air yang dikeluhkan itu adalah air pipa yang bak induknya terletak di lokasi mata air Wae Bobo di tengah hutan Pangga.

Krebadia.com mendatangi lokasi bak induk guna mendapat gambaran komprehensif tentang sistem perpipaan yang sering kali tidak becus di Manggarai Timur dalam banyak proyek air minum bersih. Di lokasi bak induk itulah Krebadia.com justru menemukan dugaan kasus baru: pengambilan pasir dari lokasi konservasi.

Diwartakan Krebadia.com sebelumnya, sudah empat bulan warga kampung Lurut dan Puskesmas Tilir di Desa Benteng Riwu, Kecamatan Borong, menderita karena kesulitan mendapat air minum bersih dari jaringan pipa yang sudah lama dipasang dalam proyek yang dinyatakan selesai pengerjaannya awal 2023. Menurut hasil penelusuran Krebadia.com, air tidak mengalir karena disabotase oleh sejumlah buruh proyek tersebut dengan menutup stopkeran ke pipa distribusi lantaran upah kerja mereka belum dibayar lunas oleh subkontraktor proyek Vitus Dola.

Upah buruh proyek yang belum dibayar lunas itu dikeluhkan oleh Sirilus Padu, Paulus Vergo, dan Egi Derosariga.

Dalam proyek ini, Sirilus Padu ditugaskan oleh Vitus Dola sebagai pengawas dan menjadi  koordinator buruh pengangkut pasir yang berjumlah 35 orang.

Buruh pengangkut pasir tersebut, kata Sirilus, merupakan warga Rentung, kebanyakan perempuan berusia 45-50-an tahun.

Perihal tunggakan upah buruh ini, Vitus Dola telah berjanji akan segera melunasinya.

Hal lain yang disoroti adalah 145 rumah tangga yang belum dipasangi meteran air dari total 444 rumah tangga penerima manfaat dalam proyek ini.

Menurut dugaan Egi Dorsiga, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Benteng Riwu, ratusan meteran air yang dibawa pulang Vitus Dola seperti yang disaksikan Sirilus Padu merupakan meteran air yang seharusnya diterima oleh 145 rumah tangga yang belum kebagian.

Vitus Dola telah membantah adanya meteran air yang ia bawa pulang.

Sedangkan soal ratusan material pipa air yang masih tersimpan di rumah Tarsi Galus di Lurut, Vitus mengatakan itu adalah pipa sisa karena pekerjaannya sudah mencapai target.

 

EDITOR: Redaksi Krebadia.com