Tembusan kepada Arsip

WhatsApp Image 2023 07 28 at 18.45.41

Komunikasi dengan menggunakan media surat sudah dikenal sejak manusia mengenal aksara. Hingga zaman modern saat ini, komunikasi jenis ini belum ditinggalkan. Meskipun perkembangan media komunikasi elektronik demikian pesat, surat tetap digunakan.

Surat sebagai salah satu media komunikasi antarmanusia hanya akan berfungsi maksimal jika syarat atau kriteria untuk sepucuk surat terpenuhi. Kriteria yang dimaksudkan berkaitan dengan bahasa surat, isi surat, format surat, dan unsur-unsur penting suatu surat.

Bahasa, isi, format, dan unsur surat itu beragam tergantung pada jenis dan sifat surat. Kita mengenal aneka klasifikasi jenis surat yang secara umum dibedakan menjadi surat resmi dan tidak resmi.

Dalam kaitannya dengan surat resmi, ada beberapa patokan yang harus dipertimbangkan berkaitan dengan unsur, format, dan isi surat. Secara umum sepucuk surat dikonstruksi dengan tiga bagian utama, yaitu pendahuluan termasuk kepala surat, isi surat, dan penutup.

Dalam mengisi bagian-bagian utama seperti ini, sering kita temukan aneka kesalahan. Pada bagian  kepala surat ditemukan kesalahan penulisan nama bulan (Pebruari untuk Februari, Nopember untuk November), penulisan alamat tujuan yang dipenggal secara salah,  ketidaklengkapan bagian yang seharusnya ada (tertulis unsur nomor, dan lampiran tetapi tidak diisi bahkan hanya diberi tanda hubung [-]).

Dalam ulasan ini kita hanya mencermati salah satu bagian akhir dari surat  yang disebut Tembusan atau Tindasan. Unsur atau bagian Tembusan dalam suatu surat biasanya dihubungkan dengan jumlah pihak atau instansi terkait yang harus mengetahui isi surat yang ditujukan untuk instansi tertentu.

Surat dari ketua PGRI Kecamatan Kota Komba misalnya, ditujukan kepada semua guru di lingkungan Kota Komba berisi penyampaian tentang pengumpulan dana untuk kegiatan HUT PGRI tingkat kecamatan. Semua guru di Kota Komba mendapat surat yang sama. Surat yang sama harus dikirimkan  juga kepada para kepala sekolah (sebagai atasan setiap guru); Ketua Yayasan (tempat mengabdi para guru); Kepala Dinas Pendidikan tingkat kecamatan (sebagai instansi terkait)

Para kepala sekolah, ketua yayasan, dan kepala dinas pendidikan tingkat kecamatan menerima surat yang sama. Surat tersebut dalam konteks administrasi perkantoran dikenal sebagai tembusan.

Hal yang jamak kita jumpai, justru dalam surat seperti contoh ini pada bagian tembusan itu dicantumkan pula bahwa satu lembar surat dijadikan sebagai arsip untuk pihak, instansi, lembaga yang menerbitkan surat.

Setelah  kata Tembusan  biasanya ada frasa “dikirimkan kepada Yth.” menyusul urutan pihak yang berhak mendapatkan tembusan surat tersebut. Kalau pada contoh di atas, seharusnya, hanya ada tiga pihak yang mendapatkan tembusan (kepala sekolah, ketua yayasan, dan dinas pendidikan kecamatan). Kenyataannya justru ada urutan keempat dan itu ditujukan kepada Arsip.

Hal yang perlu dipersoalkan jika lembaran keempat ditujukan kepada Arsip, apakah bagian arsip itu menjadi lembaga atau instansi lain? Padahal, arsip yang dimaksudkan mengacu pada pihak atau instansi yang menerbitkan surat untuk para guru. Semua kita mengerti bahwa setiap surat penting sudah semestinya ada arsipnya sebagai bukti tertulis yang berkekuatan hukum. Konsekuensinya, pencantuman kata Arsip pada bagian tembusan suatu surat dianggap mubazir.

Alasan lain yang dapat saja disampaikan dalam ulasan ini berkaitan dengan istilah tembusan atau tindasan dalam konteks surat menyurat seperti itu. Istilah itu sebenarnya mengacu pada teknik penggandaan surat dalam jumlah yang banyak karena jumlah pihak yang menerima surat lebih dari seorang.

Istilah ini biasanya dikaitkan pula dengan penggunaan mesin tik. Ketika dunia fotokopi dan dunia komputer muncul, proses penggandaan surat seperti itu hanya dapat dilakukan dengan cara mengetik menggunakan kertas karbon untuk lembaran kedua, ketiga, keempat, dst. Dalam konteks contoh di atas seorang guru mendapat surat asli sementara tiga instansi lain mendapat surat dengan isi yang sama hanya berupa lembaran cetakan karena kertas karbon.

Kehadiran sarana fotokopi dan komputer tampaknya menggeser bahkan akan menghilangkan kata tembusan dan tindasan itu. Lebih tepat sebenarnya, untuk konteks sekarang kata tembusan itu diganti dengan kata kopian.

Lalu, apakah dengan demikian penempatan unsur Arsip itu masih dianggap tepat atau relevan dalam suatu surat dengan konteks seperti diuraikan ini? Surat yang dianggap penting memang harus selalu disertai lembaran yang  disimpan sebagai arsip.

Pengarsipan surat-surat dalam dunia administrasi tetap dianggap perlu karena arsip, di samping berkekuatan hukum (nilai yuridis), juga bernilai historis jika sekali waktu dapat digunakan sebagai bahan sejarah perihal perkembangan suatu lembaga atau instansi. Dengan demikian, pihak yang dikirimi surat tidak perlu mengetahui apakah surat yang diterimanya harus ada arsipnya pada pihak pembuat atau pengirim surat.

Jika dipandang dari aspek logika berbahasa, maka pengiriman tembusan untuk arsip (tembusan kepada arsip) jelas tidak logis karena arsip yang dimaksudkan justru mengacu pada pihak yang mengirim atau si pembuat surat.

Kalau konsep tembusan kepada arsip dipertahankan itu sama artinya pembuat surat mengirimkan surat untuk dirinya sendiri.  Dengan demikian, semakin jelas bagi kita bahwa pencantuman kata arsip yang diurutan sesudah  pihak-pihak yang menerima tembusan suatu surat terasa mubazir atau berlebihan.

Apalagi kalau dikaitkan dengan pemakaian komputer saat ini, arsip itu justru apa yang menjadi halaman asli yang dinyatakan dengan nama  File tertentu yang suatu saat dapat diperbanyak (di-print) ulang.

 

EDITOR: Redaksi Krebadia.com


bone rampung, pastoranBonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng