Tetapi, Akan Tetapi, Namun

Kata “tetapi”, “akan tetapi”, dan “namun”  yang ditempatkan sebagai judul dalam ulasan ini dalam dunia bahasa dikenal sebagai unsur penghubung (konjungtor).

Sebagai konjungtor, ketiganya  merupakan bentuk sinonim (dua kata atau lebih yang bentuknya berbeda tetapi maknanya hampir sama).

Karena ketiganya merupakan sinonim, ketiganya sering dipakai secara salah (menyalahi prinsip kolokasi) dalam berbahasa tutur. Juga karena bermakna sinonim sering ditempatkan secara salah dalam konstruksi kalimat berbahasa tertulis.

Dalam praktik berbahasa bentuk-bentuk itu sering dipakai secara salah. Sepintas, pebahasa menggunakan ketiga bentuk itu tanpa memperhitungkan  faktor ketepatan (tepat tidaknya) bentuk itu dipilih ketika membentuk sebuah konstruksi sintakasis atau kalimat sebelum dijadikan tuturan dalam wacana lisan atau dijadikan teks dalam wacana tulis.

Pada  tataran sintaksis (tata kalimat) ketiga bentuk itu digunakan secara tepat sebagai unsur (kata) penghubung (konjungtor). Pada konstruksi tataran sintaksis konjungtor memiliki prilaku sintaksis yang berbeda dibadingkan dengan kata berkategori lainnya dalam bahasa Indonesia.

Sebagai konjungtor ketiga bentuk ini dapat menghubungkan bagian-bagian dalam satu kalimat (bercorak intrakalimat) dan dapat juga menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain dalam suatu paragraf atau wacana.

Penggunaan konjungtor yang menghubungkan kalimat dengan kalimat dalam membentuk paragraf dan wacana dikenal sebagai konjungtor antarkalimat. Penggunaan konjungtor  yang menghubungkan paragraf dalam wacana biasanya menjadikan konjungtor tersebut berperan sebagai unsur transisi dalam paragraf.

Secara visual dalam wacana tertulis bentuk konjungtor itu biasanya mengawali paragraf baru dan sebagai unsur transisi konjungtor yang mengawali paragraf harus diikuti dengan tanda baca (pungtuasi) koma (,).

Ketidakcermatan dan kesalahan pemakaian ketiga konjungtor dalam praktik berbahasa umumnya terjadi karena orang tidak dapat membedakan secara tepat pemakaian konjungtor bercorak  intrakalimat dari konjungtor antarkalimat.

Ketiga bentuk itu sering dicampuradukkan dalam pemakaiannya sehingga yang  seharusnya pebahasa menggunakan konjungtor intrakalimat justru dalam praktiknya ia menggunakan konjungtor antarkalimat. Begitu pula sebaliknya.

Coba cermati beberapa contoh pemakaian konjungtor itu dalam kalimat berikut!

  • Banyak petani setia bekerja. Tetapi hasil pertaniannya belum juga meningkat.
  • Pemerintah telah memberi BLT, akan tetapi rakyat banyak yang tidak berusaha.
  • Pendapatan guru honorer itu kecil, namun ia tetap setia menjalankan tugasnya.

Pemakaian konjungtor:  tetapi, akan tetapi, dan namun pada kalimat (a), (b), (c) di atas sepintas dirasakan tepat dan benar tetapi sesungguhnya tidak tepat. Mengapa?

Ketiga contoh kalimat di atas memuat konjungtor intrakalimat dan konjungtor antarkalimat. Konstruksi kalimat berkonjungtor intrakalimat umumnya ditandai dengan  penggunaan kata ‘tetapi’ yang didahului tanda baca koma (,) sehinga bagian setelah koma kata pertama tidak memakai huruf kapital.

Lain halnya dengan konjungtor antarkalimat. Konstruksinya ditandai dengan pemakaian frase ‘akan tetapi’ dan kata ‘namun’ sebagai kalimat otonom. Dengan demikian bagian pertama berakhir dengan tanda baca titik (.) dan bagian kedua diawali konjungtor dengan huruf awal kapital diikuti tanda koma.

Merujuk pada ketentuan  ini, kutipan (a), (b), dan (c) itu termasuk konstruksi yang salah. Konstruksi kalimat yang benar seperti pada kalimat (a1), (b1). dan (c1) berikut:

(a1) Banyak petani setia bekerja, tetapi hasil pertaniannya belum juga meningkat.

(b1) Pemerintah telah memberi BLT. Akan tetapi, rakyat banyak yang tidak berusaha.

(c1) Pendapatan guru honorer itu kecil. Namun, ia tetap setia menjalankan tugasnya.

 

EDITOR: Redaksi KrebaDi’a.com


sosok romo bone e1683867442101
Bonefasius Rampung, S.Fil, M.Pd adalah imam Keuskupan Ruteng. Penulis buku Fatamorgana Bahasa Indonesia 1 dan Fatamorgana Bahasa Indonesia 2. Dosen dan ketua Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unika Indonesia Santu Paulus Ruteng